Asosiasi Wisata Tolak Tanpa Kompromi Tarif Selangit Rp3,75 Juta Masuk ke Pulau Komodo, Disparekraf Beri Respons Begini

KUPANG - Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan (Disparekraf) Manggarai Barat meminta adanya sosialisasi dari kebijakan kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo dari Rp150.000 menjadi Rp3,75 juta yang akan berlaku pada 1 Agustus 2022.

"Wacana ini harus tersosialisasi baik kepada seluruh pelaku pariwisata supaya mereka bisa siap diri dan merencanakan paket tour ke Labuan Bajo," kata Kepala Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Manggarai Barat, Pius Baut di Labuan Bajo, Antara, Senin, 4 Juli.

Menurut dia, wacana kenaikan harga tiket itu harus disampaikan dengan baik karena akan berdampak pada seluruh aktivitas pariwisata, salah satunya kepada kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pada tahun 2022, pemerintah daerah menargetkan pendapatan sebesar Rp28 miliar dari sektor pariwisata. Per Juni 2022, pendapatan yang diperoleh baru tercapai Rp3,2 miliar.

Dari angka tersebut, 90 persen penghasilan berasal dari daya tarik wisata Pulau Komodo dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).

Hal itu bukan tanpa sebab. Pius menyebut TNK merupakan salah satu daerah konservasi dengan daya tarik wisata yang sangat terkenal di dunia.

"Oleh karena itu segala kebijakan terkait TNK sebaiknya melibatkan semua stakeholders, ada tahapan yang diberlakukan, dan pelaku wisata mempersiapkan diri dengan perubahan kebijakan baru, tidak tiba tiba dengan kebijakan itu," kata dia melanjutkan.

Sebelumnya, rencana kenaikan harga tiket masuk ke Pulau Komodo sebesar Rp3,75 juta per orang telah mendapatkan banyak respons dari pelaku pariwisata.

Sebanyak 14 asosiasi pelaku pariwisata di Labuan Bajo memberikan poin pernyataan sikap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Manggarai Barat.

"Kami tegaskan wacana ini, kebijakan ini kita tolak tanpa kompromi," kata Ketua Pelaksana Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Manggarai Raya Don Matur.

Dia menilai pariwisata Labuan Bajo tengah berada dalam proses pemulihan pada masa pandemi COVID-19 ini. Dengan situasi yang belum normal, isu besar itu akan menghancurkan pariwisata lokal yang mana berisikan banyak masyarakat lokal.

Menurut dia, sebuah kebijakan juga perlu dibicarakan dengan duduk berdampak untuk melihat dampak positif dan negatif. Oleh karena itu, ia mengingatkan perlunya sosialisasi yang baik kepada masyarakat dan semua pihak.