BPS: Kenaikan Tarif Listrik Berpotensi Kerek Inflasi Lebih Tinggi
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menanggapi langkah PLN yang menaikan tarif dasar listrik untuk beberapa golongan mulai 1 Juli. Menurut Kepala BPS Margo Yuwono hal tersebut sangat mungkin mengerek tingkat inflasi yang saat ini sudah berada di atas target pemerintah.
“Kenaikan tarif listrik di bulan Juli berpotensi menaikan angka inflasi,” ujarnya ketika menggelar konferensi pers secara virtual pada Jumat, 1 Juli.
Menurut Margo, catatan inflasi Juni 2022 telah mencapai 4,35 persen. Artinya, bukuan itu sudah melewati inflasi yang dibidik pemerintah, yaitu 3 persen plus minus 1 persen.
“Inflasi ini tertinggi sejak Juni 2017 yang saat itu inflasinya adalah 4,37 persen,” tutur dia.
Seperti yang telah diberitakan redaksi sebelumnya, kenaikan tarif listrik mulai berlaku hari ini bagi pelanggan rumah tangga mampu nonsubsidi golongan R2 (3.500-5.500 VA), R3 (6.600 VA ke atas), P1 (6.600 VA sampai 200kVA), P2 (200 kVA ke atas), dan P3.
Baca juga:
- Sri Mulyani Ungkap Dicurhati Jokowi Saat Pilpres Kedua, Cari Materi Pendidikan untuk Kampanye: Salah Satunya Dana Abadi Perguruan Tinggi
- Jumlah Uang Beredar Semakin Besar, per Mei 2022 Mencapai Rp7.854 Triliun
- Sri Mulyani Sindir Penggunaan Mobil Pejabat: Harga Pertamax Jauh di Bawah, Anda Sebenarnya Nikmati Subsidi
Keputusan ini tertuang dalam Surat Menteri ESDM No. T-162/TL.04/MEM.L/2022 tanggal 2 Juni 2022 tentang Penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (Periode Juli-September 2022).
Sementara untuk pelanggan rumah tangga dengan daya dibawah 3.500 VA, bisnis dan industri, tidak mengalami perubahan tarif.
Sebagai bantalan, pemerintah telah menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp243,3 triliun dan kompensasi sebesar Rp94,17 triliun sejak 2017 hingga 2021.