AC Tidak Berfungsi, 46 Migran Ditemukan Tewas Kepanasan dalam Truk di Texas
JAKARTA - Jasad 46 migran ditemukan di dalam sebuah truk trailer di San Antonio, Texas, pada Hari Senin, salah satu insiden penyelundupan manusia yang paling mematikan di perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko.
Seorang pejabat Departemen Pemadam Kebakaran San Antonio mengatakan, mereka menemukan 'tumpukan mayat' dan tidak ada tanda-tanda air di dalam truk, yang ditemukan di sebelah rel kereta api di daerah terpencil di pinggiran selatan kota.
Enam belas orang lain yang ditemukan di dalam trailer diangkut ke rumah sakit, karena serangan panas dan kelelahan, termasuk empat anak di bawah umur, tetapi tidak ada anak-anak di antara yang tewas, kata departemen.
"Pasien yang kami lihat terasa panas saat disentuh, mereka menderita serangan panas, kelelahan," kata Kepala Pemadam Kebakaran San Antonio Charles Hood dalam konferensi pers, melansir Reuters 28 Juni.
"Itu adalah traktor-trailer berpendingin tetapi tidak ada unit AC yang berfungsi di rig itu," sambungnya.
Suhu di San Antonio, yang berjarak sekitar 160 mil (250 km) dari perbatasan Meksiko, melonjak naik hingga mencapai 103 derajat Fahrenheit (39,4 derajat Celcius) pada Senin dengan kelembapan tinggi.
Sementara, Kepala Polisi Kota William McManus mengatakan, seseorang yang bekerja di gedung terdekat mendengar teriakan minta tolong dan keluar untuk menyelidiki. Pekerja menemukan pintu trailer terbuka sebagian dan melihat ke dalam, menemukan sejumlah mayat.
McManus mengatakan ini adalah insiden terbesar dari jenisnya di wilayahnya. Tiga orang ditahan setelah insiden itu, meskipun keterlibatan mereka belum jelas.
Terpisah, seorang juru bicara Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) mengatakan, divisi Investigasi Keamanan Dalam Negeri sedang menyelidiki 'dugaan penyelundupan manusia' berkoordinasi dengan polisi setempat.
Insiden tersebut sekali lagi menyoroti tantangan dalam mengendalikan penyeberangan migran di perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko, yang telah mencapai rekor tertinggi.
Masalah ini terbukti sulit bagi Presiden Joe Biden, Partai Demokrat, yang berjanji untuk membalikkan beberapa kebijakan imigrasi garis keras pendahulunya, Donald Trump dari Partai Republik, yang mengkritik strategi perbatasan Biden menjelang pemilihan kongres paruh waktu pada November.
Di Meksiko, Menteri Luar Negeri Marcelo Ebrard menyebut insiden migran di dalam truk sebagai 'tragedi di Texas', mengatakan pejabat konsuler akan pergi ke rumah sakit tempat para korban dibawa untuk membantu 'sedapat mungkin.'
Adapun seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Honduras mengatakan kepada Reuters, konsulat negara itu di Houston dan Dallas akan menyelidiki insiden tersebut.
Ebrard mengatakan dua warga Guatemala dirawat di rumah sakit dan Kementerian Luar Negeri Guatemala mengatakan di Twitter, pejabat konsuler menyambangi rumah sakit tempat korban dilarikan, "untuk memverifikasi apakah ada dua anak di bawah umur Guatemala di sana dan dalam kondisi apa mereka."
Baca juga:
- 323 Juta Penduduk Dunia Terancam Kerawanan Pangan, Presiden Jokowi: G7 dan G20 Miliki Tanggung Jawab Atasi Krisis Ini
- Mal Dipadati 1.000 Pengunjung Dihantam Dua Rudal Rusia: 13 Orang Tewas, Puluhan Luka-luka
- Apresiasi Upaya Presiden Macron Tengahi Konflik Rusia-Ukraina, Presiden Jokowi: Jika Perang Berlanjut, Krisis Pangan Memburuk
- Temui Kanselir Olaf Scholz, Presiden Jokowi Harap Jerman Jadi Mitra Pengolahan Potensi 474 Giga Watt Sumber Energi Baru dan Terbarukan
Untuk diketahui, jalan raya I-35 di dekat tempat truk itu ditemukan memanjang dari San Antonio hingga perbatasan Meksiko, koridor penyelundupan yang populer karena volume lalu lintas truk yang besar, menurut Jack Staton, mantan pejabat senior unit investigasi ICE yang pensiun di Desember.
Staton mengatakan para migran secara teratur dicegat di daerah itu sejak insiden 2017. "Hanya masalah waktu sebelum tragedi seperti ini akan terjadi lagi," katanya.
Pada Juli 2017, 10 migran meninggal setelah diangkut dengan trailer yang ditemukan oleh polisi San Antonio di tempat parkir Wal-Mart. Pengemudi, James Matthew Bradley, Jr., pada tahun berikutnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena perannya dalam operasi penyelundupan.