Pecah Rekor! Jepang Catatkan Suhu Udara Terpanas di Bulan Juni
JAKARTA - Jepang mencatatkan temperatur tertinggi untuk hari di bulan Juni. Ini memecahkan rekor yang dicatat sebelumnya.
Menurut stasiun cuaca di Jepang, temperatur setinggi 40,2 Celcius terjadi di Isesaki, sebuah kota yang terletak 85 kilometer ke arah barat laut dari Tokyo pada Sabtu, 25 Juni, siang.
Badan Meteorologi Jepang (JMA) melaporkan, angka tersebut memecah rekor sebelumnya dari hari terpanas Jepang di bulan Juni dengan temperatur yang mencapai 39,8 derajat yang dicatat pada 24 Juni 2011.
“Antisiklon yang kuat dari Pasifik, ditambah dengan cuaca tak berawan, membawa hawa panas,” kata seorang pejabat JMA, seperti dilansir Antara.
JMA juga menyatakan, temperatur tinggi akan terus berlangsung selama musim panas, tiba bertepatan dengan seruan pemerintah bagi rumah-rumah tangga dan usaha-usaha untuk menghemat listrik guna menghindari kemungkinan adanya krisis energi hingga September.
Baca juga:
- Warga Dubai Rela Antre Sejak Jam 4 Pagi untuk Dapat Trainers Adidas x Ravi Restaurant
- Kakek Jepang Ini Ditangkap Lantaran Diduga Memaku Boneka Kutukan Mati Presiden Putin di Pohon Suci, Polisi Temukan di Lebih dari 10 Kui
- Remaja Palestina Tewas Ditembak Tentara Israel
- Di Depan Kementerian/Lembaga, KSP Moeldoko: Kalau Sudah Bicara Kedaulatan Negara, Pasti Menyulut Emosi Tinggi
Stasiun cuaca lain di pusat Tokyo mencatat suhu 35,4 Celcius pada hari sebelumnya, menandai ketibaan paling awal sejak pencatatan dimulai pada tahun 1875 dengan suhu di atas 35 derajat Celcius di ibu kota, yang dianggap panas sebagai ekstrem di Jepang.
Pada hari Sabtu, JMA dan kementerian lingkungan mengeluarkan peringatan terkait serangan panas di enam dari 47 prefektur di negara itu. Mereka pun merekomendasikan orang-orang untuk tetap berada di dalam ruangan dan menggunakan pendingin ruangan.
Dalam ramalan cuaca tiga bulan terbaru yang dirilis minggu ini, JMA mengatakan musim panas ini akan lebih panas daripada tahun-tahun biasa di Jepang utara, timur dan barat, karena faktor-faktor seperti pemanasan global dan La Nina.
Perkiraan tersebut menambah kekhawatiran bagi negara tersebut, yang menghadapi pasokan energi yang lebih ketat karena lambatnya pemulaian kembali tenaga nuklir, penutupan pembangkit listrik termal dan risiko geopolitik yang meningkat setelah invasi Rusia ke Ukraina.