Ilmuwan Australia Kembangkan Model untuk Temukan Karang Lunak yang Paling Berisiko Alami Pemutihan

JAKARTA - Ilmuwan Australia telah menemukan model yang akan membantu peneliti dengan cepat mengidentifikasi karang lunak yang paling rentan terhadap pemutihan dari gelombang panas laut, membantu memprioritaskan sumber daya untuk melestarikan terumbu.

Pemutihan karang melanda banyak terumbu karang di seluruh dunia, termasuk Great Barrier Reef, Australia, yang dilanda empat peristiwa pemutihan massal dalam tujuh tahun terakhir.

Ahli biologi kelautan Rosie Steinberg mengatakan, penelitiannya menemukan satu jenis karang lunak lebih sehat selama gelombang panas dan menghasilkan lebih banyak sel alga daripada saat suhu normal.

Karang keras adalah karang pembentuk terumbu utama, sedangkan karang lunak, yang menyerupai tanaman atau pohon bawah air, tidak memiliki kerangka luar yang keras. Karang lunak sering kurang diteliti karena tidak membentuk terumbu, meskipun mereka ada di ekosistem terumbu.

"Jika Anda mencoba melindungi semuanya sekaligus, Anda akan kehabisan uang dalam 10 detik," kata Steinberg kepada Reuters dari labnya di University of New South Wales (UNSW), melansir Reuters 16 Juni.

"Jadi Anda perlu tahu secara spesifik, ya ini adalah spesies yang perlu kita lindungi, ini adalah spesies yang akan baik-baik saja apa pun yang kita lakukan," sambungnya.

Steinberg menggiling sampel karang lunak yang basah dan beku untuk membuat pure, yang dimasukkan melalui sentrifus yang memisahkan sel alga dari protein karang.

Peneliti kemudian dapat melihat jumlah protein, sel alga dan klorofil, yang semuanya merupakan indikator kesehatan karang.

Karang lunak membutuhkan lebih banyak waktu untuk memutih daripada karang keras tetapi akan menjadi 'bencana' ketika mereka terpengaruh, sebut Steinberg, yang turut mengembangkan metode ini bersama dengan Institut Ilmu Kelautan Sydney, Ruhr-University Bochum dan Universitas Macquarie.

Perairan di lepas pantai timur laut Australia menghadapi gelombang panas laut yang lebih sering dan parah, kata kelompok lingkungan Dewan Iklim tahun ini, setelah suhu permukaan laut naik menjadi sekitar 2-4 derajat Celcius di atas rata-rata.