Mahkamah Agung Tolak Kasasi Samin Tan, KPK: Jadi Preseden Buruk Pemberantasan Korupsi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak pengajuan kasasi terhadap mantan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (PT BORN) Samin Tan. Tapi di sisi lain, KPK menilai keputusan itu bisa jadi preseden buruk.
"Kami hormati putusan pengadilan namun tentu dapat menjadi preseden buruk manakala pertimbangan-pertimbangan pengadilan tidak melihat aspek modus korupsi yang begitu kompleks sehingga penegakan hukum tidak hanya atas dasar text book semata," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 17 Juni.
Penegakan hukum, sambung Ali, harusnya dilakukan dengan perspektif luar biasa. Apalagi, KPK telah bekerja keras untuk membuktikan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Samin Tan.
Ali mengatakan segala bukti juga sudah disiapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dan dihadirkan dalam proses persidangan, baik di tingkat pertama hingga kasasi.
"Mulai dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti elektronik, percakapan-percakapan yang sudah sangat jelas. Kami hadirkan dan simpulkan dalam sebuah analisa hukum," tegasnya.
"Tentu jika kemudian Mahkamah Agung berpendapat lain, kami hargai. Akan tetapi kami juga ingin menyampaikan bahwa di dalam upaya pemberantasan korupsi utamanya dalam penindakan atau penanganan perkara tentu dibutuhkan komitmen bersama bahwa korupsi itu adalah kejahatan yang luar biasa," imbuh Ali.
Usaha Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk menjerat pengusaha tambang itu gagal dilakukan. Pengajuan kasasi ini dilakukan setelah Samin Tan divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Amar putusan tolak," demikian dikutip dari situs tersebut.
Kasasi yang diajukan JPU KPK itu teregister dengan nomor 2205 K/PID.SUS/2022 dan masuk ke MA pada 1 April.
Diberitakan sebelumnya, Samin Tan dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan sebelum akhirnya diputus bebas.
Dalam pertimbangan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang terdiri atas Panji Surono, Teguh Santoso, dan Sukartono menyatakan bahwa perbuatan pemberi gratifikasi belum diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga:
Setelah divonis bebas, Pengadilan Tipikor Jakarta memerintahkan Samin Tan untuk segera dibebaskan dari tahanan dan dipulihkan haknya.
Adapun pemberian uang terhadap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih yang dilakukan Samin Tan agar dia mau membantu permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 antara PT AKT dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Kalimantan Tengah.