Polri Tunda Pemeriksaan Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani

JAKARTA -  Direktorat Tindak Pidana Cyber Bareskrim Polri memutuskan untuk menunda pemeriksaan terhadap Ketua Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Ahmad Yani. Alasannya, penyidik masih fokus dengan penanganan perkara petinggi KAMI lainnya.

"Belum (surat panggilan). Penyidik kemarin konsentrasi terkait dengan proses hukumnya sehingga masih ditunda dulu," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, 26 Oktober.

Selain itu, kata Awi, pemanggilan terhadap Ahmad Yani baru akan dilakukan jika penyidik menganggap hal itu diperlukan. 

"Memang kami sudah tanyakan penyidik ada penindakan tentunya kembali lagi nanti peluangnya tergantung penyidik dibutuhkan atau tidak sebagai saksi," kata dia.

Sebelumnya, Ahmad Yani menegaskan tidak akan memenuhi panggilan pemeriksaan di Bareskrim Polri. Ahmad Yani dipanggil sebagai saksi terkait pengembangan kasus penyebaran ujaran kebencian dan penghasutan pada Jumat, 23 Oktober.

"Tidak (penuhi panggilan), saya datang itu dalam kapasitas apa?” ujar Ahmad Yani kepada wartawan, Jumat, 23 Oktober.

Ahmad Yani menegaskan sampai saat ini dirinya belum menerima surat pemanggilan. Meski polisi sebelumnya menyebut sudah menjadwalkan pemeriksaan tersebut.

"Saya belum (mendapat) panggilan resmi. (Surat panggilan) belum datang ke rumah saya, ke kantor saya belum ada," kata dia.

Sedianya, pemeriksaan Ahmad Yani merupakan pengembangan dari tersangka Anton Permana yang merupakan deklarator KAMI. Dalam pemeriksaan, Ahmad Yani yang juga politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berstatus saksi.

Dalam perkara ini, Bareskrim Polri menetapkan 9 orang sebagai tersangka penyebaran ujaran kebencian dan penghasutan terkait kericuhan aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja.

Dari 9 orang itu 7 di antaranya merupakan anggota dan petinggi KAMI antara lain, Syahganda Nainggolan, Anton Permana, Jumhur Hidayat, Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri.

Sedangkan untuk dua lainnya yakni mantan calon anggota legislatif PKS Kingkin Anida dan Dedy Wahyudi pemilik akun media sosial @podoradong.

Mereka disangkakan dengan pasal berbeda-beda. Namun, secara garis besar mereka dijerat dengan Undang-Undang ITE, pasal ujaran kebencian dan penyebaran hoaks.