Anak-anak Myanmar Dipukuli, Ditikam hingga Gigi atau Kukunya Dicabut saat Diinterogasi Rezim Militer, PBB: Kejahatan Kemanusiaan dan Perang

JAKARTA - Puluhan anak telah tewas di Myanmar sejak kudeta tahun lalu, tidak hanya dalam baku tembak konflik, tetapi sebagai sasaran yang disengaja dari militer yang bersedia menimbulkan penderitaan besar, kata seorang pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Anak-anak di bawah umur dipukuli dan ditikam dan kuku jari atau giginya dicabut selama interogasi, sementara beberapa orang dipaksa untuk menjalani eksekusi, menurut laporan dari pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews.

Rezim militer Myanmar telah berulang kali memarahi PBB dan negara-negara Barat, karena campur tangan dan menolak tuduhan mereka melakukan kekejaman.

Berdasarkan kontribusi dari badan-badan PBB, kelompok-kelompok kemanusiaan dan hak asasi manusia serta organisasi masyarakat sipil, laporan itu mengatakan 250.000 anak-anak mengungsi karena pertempuran, dan setidaknya 382 tewas atau cacat, termasuk oleh serangan udara atau artileri berat.

"Serangan tanpa henti junta terhadap anak-anak menggarisbawahi kebobrokan dan kesediaan para jenderal, untuk menimbulkan penderitaan besar pada korban yang tidak bersalah, dalam upayanya untuk menundukkan rakyat," kata Andrews dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters 15 Juni.

"Serangan junta terhadap anak-anak merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang," tegasnya.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan awal tahun lalu dan melancarkan tindakan keras terhadap lawan-lawannya, yang memicu reaksi keras oleh kelompok-kelompok perlawanan yang baru dibentuk.

PBB telah menerima informasi tentang 142 anak-anak yang disiksa oleh tentara, polisi dan milisi pro-tentara, ungkap laporan Andrews, sementara ada laporan anekdot tentang peningkatan perekrutan pekerja anak, termasuk oleh pejuang anti-junta.

Andrews menambahkan, dunia harus mengambil tindakan terkoordinasi untuk mengisolasi junta secara finansial dan berkomitmen untuk "peningkatan dramatis" dalam bantuan kemanusiaan.

Dia mengatakan, anggota PBB "harus menanggapi krisis di Myanmar dengan urgensi yang sama seperti mereka menanggapi krisis di Ukraina."

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus menyatukan situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.