Pizza Hut Bakal Serius Berjualan di Pinggir Jalan Mulai Tahun 2021, Harganya Mulai dari Rp25.000 per Slice

JAKARTA - Pandemi COVID-19 memang membuat beberapa perusahaan kalang kabut karena pemasukan jauh menyusut. Hal itu juga dialami pengelola waralaba Pizza Hut di Indonesia, PT Sarimelati Kencana Tbk.

Perusahaan berkode saham PZZA itu diketahui semakin memasifkan diri untuk berjualan di pinggir-pinggir jalan pada saat pandemi melanda.

Beberapa bulan lalu di media sosial Twitter, ada unggahan video yang memperlihatkan seorang pegawai Pizza Hut sedang menunggu konsumennya di pinggir jalan. Unggahan tersebut di-retweet oleh sekitar 6.300 akun, dan di-reply 1.200 kali.

Banyak yang me-reply dengan nada empati dan berharap Pizza Hut tetap beroperasi meski memang harus berjualan hingga di pinggir jalan. Namun diketahui, dari sebelum pandemi COVID-19 melanda, Pizza Hut memang kerap menjajakan dagangannya di luar toko, contohnya seperti pada kegiatan Car Free Day (CFD) di beberapa daerah.

Hal tersebut menjadi cara perusahaan memperluas pasar sekaligus mengupayakan agar dapur mereka tetap ngebul. Dan saat pandemi COVID-19 di mana ada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengharuskan Pizza Hut menutup gerainya, perusahaan pun semakin sering mencari spot-spot untuk menjajakan produk buatannya di pinggir-pinggir jalan.

Dan ternyata, perusahaan menyeriusi berjualan di pinggir jalan ini menjadi peluang bisnis di masa depan. Dikutip dari keterbukaan informasi Sarimelati Kencana di laman Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diunggah pada Rabu 14 Oktober lalu, manajemen perusahaan mengumumkan hal tersebut.

Di situ disebutkan, guna meningkatkan kinerja sebagai perusahan yang bergerak di bidang usaha restoran, katering, pergudangan, distribusi dan industri pembuatan makanan, Sarimelati Kencana melihat adanya peluang usaha pada usaha penyediaan makanan keliling.

Kegiatan usaha tersebut saat ini bukan merupakan salah satu dari bidang usaha perseroan. Berdasarkan perhitungan dengan seksama atas peluang usaha dan jasa yang dapat dijalankan secara berkelanjutan, perseroan berkeyakinan mampu memanfaatkan peluang yang ada, guna memberikan nilai tambah bagi pemegang saham.

Oleh sebab itu, perseroan berencana akan melakukan penambahan kegiatan usaha berupa restoran dan penyediaan makanan keliling lainnya dengan menggunakan fasilitas food truck.

Untuk memperoleh persetujuan pemegang saham berkenaan atas rencana perubahan kegiatan usaha tersebut, perseroan juga akan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di Jakarta, pada Kamis 19 November mendatang. 

Adapun kebutuhan biaya investasi untuk ekspansi ini adalah sebesar Rp750 juta. Pemenuhan pendanaan untuk rencana usaha penyediaan makanan keliling tersebut akan berasal dari modal sendiri.

Kegiatan operasional jualan melalui food truck ini diagendakan dimulai pada awal tahun 2021 dengan 365/366 hari operasional. Kapasitas terpasang adalah target volume penjualan pizza yang dapat terjual dalam 1 hari yaitu sebanyak 200 pcs/hari atau 73.000 sampai dengan 73.200 pcs/tahun.

Utilisasi penjualan diasumsikan sebesar 60 persen di tahun operasional pertama (2021), 75 persen di tahun operasional kedua (2022), dan sebesar 90 persen di tahun operasional selanjutnya (2023 dan seterusnya).

Sementara, harga pizza setelah pajak, diasumsikan sebesar Rp25.000/pcs. Kemudian, harga tersebut diasumsikan mengalami peningkatan sebesar 3,23 persen sampai dengan 4 persen per tahunnya.

Berdasarkan proyeksi rasio keuangan restoran dan penyediaan makanan keliling, Sarimelati Kencana menargetkan rata-rata margin laba bersih akan meningkat 8,92 persen dalam tujuh tahun ke depan.  

Kinerja Anjlok di Semester I

Sarimelati Kencana hanya meraup laba bersih Rp10,47 miliar di semester I 2020, atau turun hampir 90 persen dibandingkan dengan periode yang sama di 2019. Pendapatan Sarimelati Kencana mencapai Rp1,82 triliun di semester I 2020, atau turun 6,06 persen secara tahunan.

Penjualan di wilayah di Jakarta masih menjadi mesin uang bagi Sarimelati Kencana kendati di wilayah tersebut diterapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Penjualan di Jakarta mencapai 40,24 persen dari total penjualan perusahaan.

Sementara itu wilayah lain yang juga memberikan kontribusi adalah Jawa dan Bali. Kontribusi dua wilayah itu mencapai 30,81 persen.

Namun, beban pokok penjualan dan beban operasi yang meningkat, tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan operasi lainnya. Hal tersebut pada akhirnya membuat laba bersih perseroan anjlok cukup dalam.