Pembahasan Tak Libatkan Partisipasi Publik, Pengesahan UU P3 Dikritik
JAKARTA - DPR sudah mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Gerak cepat DPR dan pemerintah dalam mengesahkan revisi UU P3 ini disebut tidak melibatkan keterlibatan publik.
Peneliti dari Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe) Violla Reininda, mengaku khawatir proses kilat pengesahan UU ini akan terulang lagi dalam pembahasan perbaikan UU Cipta Kerja ke depan. Mengingat tidak ada progres signifikan dalam hal keterbukaan dan partisipasi publik di revisi UU P3 dan UU IKN), perbaikan UU Cipta Kerja berpotensi berakhir sama.
"Kepentingan yang mau disasar bukan kepentingan publik, sehingga partisipasi publik potensial dianggap tidak relevan dan formalitas,” ujar Violla, Rabu, 25 Mei.
Padahal, lanjutnya, salah satu amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Cipta Kerja adalah membuka seluas-luasnya partisipasi masyarakat yang mau mengkritisi dan memberikan masukan terhadap revisi UU tersebut.
Maka, menurut Violla, RUU P3 yang disahkan paripurna DPR itu akan menjadi landasan hukum bagi UU Cipta Kerja.
"Partisipasi publik dalam pembentukan UU harus dibaca bersamaan dengan beberapa aspek, yaitu akses seluruh dokumen terkait pembentukan dan proporsionalitas waktu pembentukan. Serta bagaimana DPR dan pemerintah secara aktif mengundang dan melibatkan masyarakat. Namun ketiganya tidak tercapai dalam pembahasan revisi UU P3," jelas Violla.
Violla menuturkan, pembahasan UU P3 hanya dilakukan kurang dari dua pekan dan dokumen tidak dapat diakses oleh masyarakat. “Kanal-kanal, rapat-rapat terbuka di media sosial bernilai formalitas. Tidak bisa dijadikan patokan partisipasi karena tidak terdapat komunikasi dua arah dan interaktif,” tegas Violla.
Kemudian partisipasi publik seperti yang terjadi dalam pembahasan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diinisiasi oleh kelompok masyarakat. Harusnya, kata Violla, Pemerintah dan DPR yang pro aktif.
“Partisipasi publik artinya DPR dan Pemerintah yang proaktif dan inisiatif melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang terkait, bukan sebaliknya,” ujar Violla.
Baca juga:
- PBB Puji Jokowi Soal Penanganan Pandemi COVID-19 di Indonesia
- Larangan Warga Arab Saudi ke Indonesia Tidak Berpengaruh pada Ibadah Haji
- Sebelum Membantai 21 Orang, Pelaku Penembakan di SD Texas Coba Bunuh Neneknya Tapi Gagal
- Digadang-gadang Maju Pilpres 2024, Jenderal Andika Perkasa: Terima Kasih Dukungannya, Saya Fokus Bekerja
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani menekankan, pengesahan UU P3 pada hari ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Puan juga memastikan DPR akan segera memulai pembahasan revisi UU Cipta Kerja setelah surat presiden (Surpres) diterima parlemen.
"Ya kita akan tunggu surat presiden (Surpres) dari presiden. Kemudian sesuai dengan mekanisme di DPR akan kita teruskan untuk dilaksanakan sesuai dengan mekanismenya," ujar Puan, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 24 Mei.
Puan menjelaskan, revisi UU P3 dilakukan sebab pada UU 12/2011 yang merupakan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan belum mengatur mengenai metode Omnibus Law. Sementara putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya meminta agar UU Cipta Kerja dilakukan perbaikan.
"Tadi disampaikan pandangan dari pemerintah yang menyatakan bahwa ke depan bagaimana pembahasan UU P3 ini bisa langsung dilaksanakan dengan menghormati keputusan MK. Sehingga nanti pelaksanaannya agar bisa berjalan dengan baik di lapangan dan sesuai dengan aturan yang ada," pungkas Puan