JAKARTA - DPR telah mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), Selasa, 24 Mei.
Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan, pengesahan UU P3 pada hari ini untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Puan juga memastikan DPR akan segera memulai pembahasan revisi UU Cipta Kerja setelah surat presiden (Surpres) diterima parlemen.
"Ya kita akan tunggu surat presiden (Surpres) dari presiden. Kemudian sesuai dengan mekanisme di DPR akan kita teruskan untuk dilaksanakan sesuai dengan mekanismenya," ujar Puan dalam keterangannya, Selasa, 24 Mei.
Puan menjelaskan, revisi UU P3 dilakukan karena pada UU 12/2011 yang merupakan pedoman penyusunan peraturan perundang-undangan belum mengatur mengenai metode Omnibus Law. Sementara putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya meminta agar UU Cipta Kerja dilakukan perbaikan.
"Tadi disampaikan pandangan dari pemerintah yang menyatakan bahwa ke depan bagaimana pembahasan UU P3 ini bisa langsung dilaksanakan dengan menghormati keputusan MK. Sehingga nanti pelaksanaannya agar bisa berjalan dengan baik di lapangan dan sesuai dengan aturan yang ada," pungkas Puan.
Diketahui sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam salah satu amar putusan uji formil UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
BACA JUGA:
Hal itu merupakan amar putusan butir 7 Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang diucapkan pada 25 November 2021.
Sedangkan waktu dua tahun yang diberikan MK dinilai relatif singkat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera merancang perbaikan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan perbaikan substansi UU Cipta Kerja dengan melibatkan publik dalam seluruh tahapan dan prosesnya.
Publik yang dimaksud adalah kelompok dan masyarakat yang terdampak aturan UU Cipta Kerja. Serta kelompok masyarakat yang punya perhatian terhadap UU yang tengah dirancang.
Partisipasi publik tersebut mesti memenuhi tiga syarat. Yaitu hak publik untuk didengarkan, dipertimbangkan, dan diberi penjelasan atau jawaban.