Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM: Transisi Energi Negara Kepulauan Butuh Kerjasama Antarnegara

JAKARTA - Presidensi G20 di Indonesia bertujuan untuk mendorong transisi energi menuju pemulihan berkelanjutan dan peningkatan produktivitas. Perhatian khusus ditujukan dalam memberikan akses energi kepada negara-negara kepulauan sehingga tidak ada satu pun pulau yang tertinggal.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana mengungkapkan, transisi energi bagi negara kepulauan sangat penting untuk memitigasi dampak perubahan iklim, perwujudan hal ini membutuhkan kerjasama dari negara-negara di dunia untuk mengatasi tantangan yang ada.

"Kita perlu bekerja secara kolektif untuk mengatasi tantangan-tantangan ini. Transisi energi bagi negara-negara kepulauan sangat penting untuk memitigasi dampak perubahan iklim mulai dari lini depan," ungkap Rida dalam keterangan kepada media, Sabtu, 21 Mei.

Rida menjelaskan bahwa negara kepulauan sangat rentan terhadap faktor eksternal seperti bencana alam dan dampak perubahan iklim, sehingga mengalami gangguan dalam rantai pasokan energi.

Pada saat yang sama, negara-negara kepulauan seringkali memiliki masalah dengan interkoneksi dan sangat bergantung pada bahan bakar fosil impor dan jaringan distribusi.

Akibatnya, negara tersebut tertinggal dalam Sustainable Development Goal 7 (SDG 7) khususnya dalam akses energi.

Lebih lanjut Rida menyampaikan bahwa Indonesia saat ini sedang dalam perjalanan untuk mencapai akses energi universal seiring dengan agenda transisi energi. Pemerataan akses energi harus dicapai oleh seluruh masyarakat terutama di pulau-pulau terdepan, terluar, dan tertinggal melalui beberapa poin.

"Pertama, pasokan listrik yang memadai, kualitas pasokan listrik, dan harga listrik yang terjangkau. Kedua, untuk target nasional penyediaan listrik di semua wilayah, Indonesia menargetkan rasio elektrifikasi 100 persen pada akhir tahun 2022. Terakhir, dari sisi pasokan kami telah menetapkan target 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada tahun 2025," ujar Rida.

Lebih jauh Rida menambahkan, Indonesia saat ini sedang melakukan transisi energi menuju pemanfaatan dan akses energi yang lebih bersih dalam mendukung komitmen Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal.

Dalam mendukung tujuan ini, beberapa tindakan sedang dipersiapkan dan dilaksanakan diantaranya adalah tidak ada tambahan pembangkit listrik tenaga batubara baru kecuali yang sudah dikontrak atau sedang dibangun.

"Penambahan pembangkit setelah tahun 2030 hanya berasal dari Sumber Daya Energi Baru dan Terbarukan. Kami akan memiliki 21 GW pembangkit listrik energi terbarukan tambahan pada tahun 2030 dan dari target ini, kami sudah memiliki listrik 11,1 GW yang didukung oleh sumber energi terbarukan," jelas Rida.

Pemerintah juga tengah melakukan upaya konversi pembangkit listrik berbahan bakar solar menjadi sumber energi terbarukan, seperti dari pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik yang akan menghasilkan sekitar 1 GW energi yang lebih bersih. Konektivitas jaringan juga ditingkatkan dalam rangka mendukung mobilisasi sumber energi terbarukan asli ke pusat permintaan.

Upaya lainnya adalah penyediaan lampu hemat energi dengan panel surya skala rumah tangga, tabung listrik, dan stasiun pengisian listrik untuk mendukung akses listrik untuk pulau-pulau terpencil dan terluar. Percepatan elektrifikasi juga diupayakan melalui program instalasi akses listrik baru untuk melistriki lebih dari 192 ribu rumah tangga berpenghasilan rendah yang saat ini tidak memiliki akses langsung ke listrik.

"Semua upaya ini akan menjadi langkah awal menuju masa depan Indonesia yang lebih berkelanjutan. Saya berharap Indonesia dan negara kepulauan lainnya dapat belajar bersama dalam mencapai akses energi dengan transisi energi yang bersih, adil, dan berkelanjutan," pungkas Rida.