Kejari Singkawang Tahan EP, Tersangka Korupsi Bantuan Pangan Nontunai
KALBAR - Kejaksaan Negeri Singkawang, Kalimantan Barat, menahan pria berinisial EP yang disangka sebagai pelaku tindak pidana korupsi program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
"Berdasarkan hasil pemeriksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi program Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Dinas Sosial Kota Singkawang, kami sudah memeriksa puluhan saksi terkait dengan kasus tersebut dan menetapkan EP sebagai tersangka dalam kasus ini," kata Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Singkawang, Baihaki, dilansir Antara, Jumat, 20 Mei.
Pihaknya menetapkan EP sebagai tersangka dan langsung melakukan penahanan selama 20 hari ke depan dan dititipkan di Lapas Kelas II B Singkawang.
"EP diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi karena telah merugikan keuangan negara," tuturnya.
Menurutnya, penetapan EP sebagai tersangka karena sudah sesuai dengan dua alat bukti yang cukup. Kemudian, penahanan terhadap EP untuk mempercepat penyidikan kemudian pihaknya segera melimpahkan ke Pengadilan Negeri Singkawang.
"Ini sebenarnya program bantuan dari Kementerian Sosial yang sudah dikucurkan sejak November 2018 sampai dengan sekarang. Namun kita mengambil kasusnya dari Maret 2020 sampai Juni 2021," katanya.
Adapun modusnya, tersangka selaku Koordinator Kota BPNT di Kelurahan Bukit Batu, Kecamatan Singkawang Tengah mengambil keuntungan dalam program kemanusiaan tersebut.
"Pendamping BPNT itu terdiri dari koordinator wilayah, koordinator kota dan pendamping. Sedangkan pendamping ini termasuk TKSK," jelasnya.
Untuk kerugian negara, pihaknya masih terus melakukan penghitungan, namun diperkirakan sekitar Rp250 juta.
Pihaknya terus melihat perkembangan penyelidikan kasus tersebut, guna memastikan adanya tersangka-tersangka lain yang ikut terlibat. Apabila dari pengembangan ada alat bukti yang mengarah ke tersangka lain, pihaknya akan melakukan tindakan.
"Dalam kasus ini kita sudah memeriksa 23 orang saksi," tuturnya.
Baca juga:
Dia juga menegaskan Kejaksaan Negeri Singkawang tidak tidur terhadap sejumlah kasus korupsi yang dilaporkan. Terlebih apa yang dilakukan EP telah merugikan sebanyak 8.000-9.000 keluarga penerima manfaat (KPM).
"Yang jelas ada keuntungan yang dia dapat, namun tidak semuanya bisa kita ungkap ke media karena ini terkait dengan strategi kita untuk mengungkapnya di persidangan," ujarnya.
Atas perbuatannya, EP akan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 dan dilapis dengan Pasal 12 e dan Pasal 11 UU Tipikor.
"Pasal 2 dan 3 terkait dengan kerugian negara, Pasal 12 e terkait dengan pemerasan dan Pasal 11 terkait dengan gratifikasi," katanya.
Untuk Pasal 2 ancamannya minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun atau hukuman mati khususnya yang terkait dengan bantuan sosial, sedangkan Pasal 3 ancamannya minimal 1 tahun.