Jenderal Hoegeng: Polisi Jujur Selain Polisi Tidur dan Patung Polisi
JAKARTA - Hari ini, 14 Oktober adalah hari lahir mantan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Hoegeng dikenal sebagai Kapolri paling jujur dan bersih di Indonesia. Ia dikenal sangat transparan dan memiliki kebaikan hati luar biasa. Hoegeng diangkat menjadi Kapolri ketika Indonesia dalam masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru.
Saat masa transisi, Orde Baru memiliki prioritas utama, yaitu rehabilitasi prasarana ekonomi dan pembangunan sektor utama. Anggaran begitu ditekan hingga berimbas pada anggaran pembangunan institusi Polri. Bahkan Hoegeng pun kesulitan melakukan kunjungan dinas ke daerah-daerah karena keterbatasan dana.
Meski demikian, dana yang terbatas tak menghalangi tugas Hoegeng sebagai Kapolri. Saat itu Polri tengah berusaha memperbaiki citranya. Hoegeng ingin menunjukkan bahwa Polri di bawah kepemimpinannya merupakan Polri yang bersahaja dan transparan. Salah satu cara membangun transparansi dilakukan Hoegeng dengan menjaga hubungan baik dengan pers.
Dikutip dari buku Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa, kritik sosial dari pers merupakan masukan penting Hoegeng. Namun, kritik yang datang dari pers dan masyarakat juga kadang membuat Hoegeng tidak bisa tidur. Hoegeng adalah narasumber menarik yang selalu jadi incaran utama pers.
Selain karena kedekatan, Hoegeng memang pada dasarnya sangat menarik sebagai sorotan. Sikapnya lurus dan berintegritas. Hoegeng tak ragu turun ke lapangan. Hal menarik yang tercatat dari sikap Hoegeng adalah bagaimana ia setiap hari menguah rute jalannya menuju Mabes Polri.
Hal itu dilakukan Hoegeng untuk menginspeksi kerja polisi di lapangan sekaligus ia juga ingin melihat langsung keadaan nyata masyarakat di berbagai titik. Dua poin itu penting demi cita-cita Hoegeng meluruskan peran dan menjaga komitmen Polri, yaitu melayani masyarakat dan memenuhi kepentingan rakyat.
Terlalu lurus untuk Indonesia
Hingga kini, Hoegeng dikenal sebagai jenderal yang paling bersih. Uang sogokan tidak mempan baginya. Hoegeng juga dikenal sebagai orang yang tidak segan melawan penguasa yang hendak mengintervensi kasus yang ditangani oleh kepolisian.
Ia berperan dalam pembongkaran kasus korupsi Deputi Kapolri Letnan Jenderal Siswadji pada 1977. Saat itu ada seorang perwira menengah polisi bagian provost melapor kepada Hoegeng bahwa terdapat tindak korupsi di kepolisian.
Hoegeng yang kala itu sudah tak menjabat Kapolri mengirim memo kepada Jenderal Widodo Budidarmo, Kapolri yang kala itu menjabat. Hoegeng juga menceritakan hal tersebut kepada media, salah satunya kepada Panda Nababan, reporter senior Sinar Harapan.
Bukti lain bahwa Hoegeng tidak serakah dan tidak akan mengambil hal yang bukan haknya adalah ketika ia pensiun dini dari kepolisian. Di usia 49 tahun, Hoegeng diberhentikan sebagai Kapolri oleh Presiden Soeharto.
Baca juga:
Sebelumnya, diketahui bahwa Presiden Soeharto mengusulkan Hoegeng sebagai Duta Besar Swedia atau Kerajaan Belgia. Namun Hoegeng menolak karena ingin tetap berada di Indonesia. Desas desus menyebar bahwa usulan Hoegeng dijadikan duta besar diketahui untuk "membuang" Hoegeng dari Tanah Air.
Setelah pensiun, Hoegeng tidak memiliki uang berlimpah atau rumah di berbagai daerah. Mengutip Kompas, Hoegeng diketahui hanya mendapatkan uang pensiunan sebesar Rp10 ribu setiap bulannya. Hingga setelah 2001, Hoegeng baru menerima penyesuaian sebesar Rp1 juta per bulan. Setelah Hoegeng wafat yaitu pada 2004, sang istri hanya mendapatkan setengah dari uang pensiun yaitu Rp500 ribu.
Kejujuran Hoegeng juga diangkat menjadi candaan bagi Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Suatu hari, Gus Dur pernah mengatakan bahwa di negeri ini, cuma ada tiga polisi jujur: patung polisi, polisi tidur, dan polisi Hoegeng.