Telkom Respons Saham GoTo yang Jatuh: Lazim Terjadi, Bisa Unrealized Gain Bisa Unrealized Loss
JAKARTA - Dinamika harga saham lazim terjadi, merespon harga saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk yang terkoreksi cukup dalam belakangan ini.
Senior Vice President, Corporate Communication & Investor Relation Telkom Ahmad Reza mengatakan, harga saham bisa turun lebihb dalam namun bisa juga melonjak cukup tinggi, sesuai dengan kondisi pasar baik itu global maupun regional.
Naik turunnya harga saham dipercaya akan membuat potensi capital gain ataupun capital lost.
"Dinamika harga saham merupakan suatu yang lazim terjadi. Seperti misalnya tahun lalu, kami mencatatkan unrealized gain atas investasi GoTo sebesar Rp2,5 triliun. Namun kini bisa terjadi unrealized loss," ujar Reza lewat keterangan di Jakarta, Senin 16 Mei dikutip dari Antara.
Ketika Telkom Group mengambil keputusan untuk berinvestasi di suatu perusahaan, tidak semata-mata hanya mempertimbangkan aspek untung rugi semata.
Tapi juga diyakini mempertimbangkan aspek yang lebih besar luas lagi, seperti sinergi dalam upaya membangun ekosistem digital nasional yang lebih besar, salah satunya melalui investasi Telkom Group di GoTo.
Dengan investasi Telkom Group di GoTo, diyakini akan menciptakan kolaborasi dan sinergi yang sangat bagus seperti menghadirkan program khusus untuk Mitra Gojek serta easy onboarding merchant Mitra Gojek menjadi reseller Telkomsel, akses mudah untuk reseller melalui GoShop, dan fitur keamaman seperti number masking.
Merger Gojek-Tokopedia diharapkan semakin memperkuat investasi Telkomsel di Gojek untuk menjadi solusi digital yang lengkap dengan nilai sinergi value yang cukup tinggi.
"Telkomsel juga memberikan solusi kepada pengemudi dan merchant Gojek untuk meningkatkan engagement melalui penggunaan layanan digital connectivity dan platform advertising Telkomsel. Sehingga dengan adanya program sinergi ini, kami berharap akan tercipta nilai tambah (value creation) yang berkelanjutan baik bagi Telkom, GoTo dan Indonesia di masa depan," kata Reza.
Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) atau 0,50 persen membuat indeks seluruh saham global mengalami tekanan jual.
Investor baik itu di Indonesia maupun global berbondong-bondong melepaskan sahamnya dan beralih mengkonversi uangnya ke dolar Amerika. Saham yang banyak dilepas oleh investor saat ini adalah emiten di perusahaan teknologi.
Baca juga:
- Harga Saham GoTo dan Bukalapak Terus Turun, Para Investor Wajib Simak Rekomendasi Analis yang Satu Ini
- GoTo dan Grup Lippo Milik Konglomerat Mochtar Riady Semakin Akrab, Ini Deretan Buktinya
- Singapura Minggir! Ekonomi Digital Jadikan RI Tujuan Investasi Terfavorit di ASEAN
- Dua Unicorn Asia Tenggara, Voyager dan GoTo, Raup Tambahan Modal Lewat IPO
Bahkan Softbank melalui investasinya Vision Fund mencatatkan kerugian rekor kerugian 27 miliar dolar AS atau Rp395 triliun akibat penurunan harga saham efek dari kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya pekan lalu. Sahamnya pun ditutup anjlok 11 persen jika dibandingkan harga saham bulan lalu.
Saham perusahaan teknologi di Indonesia juga mengalami nasib yang mirip dengan investasi yang dilakukan oleh Softbank. Emiten bank digital seperti Bank Jago (ARTO) dan market place seperti BukaLapak (BUKA) dan Gojek Tokopedia (GOTO) mengalami koreksi yang cukup dalam.
Meski mengalami koreksi, Reza meyakini prospek industri digital di Indonesia masih cukup menjanjikan. Dengan penetrasi masyarakat akan layanan digital yang masih rendah, membuat potensi industri digital di Indonesia berpotensi untuk terus meningkat.