Siapa Nyi Roro Kidul Sebenarnya?
JAKARTA - Nyi Roro Kidul adalah ekspresi ideal penggambaran wanita perkasa. Nyi Roro Kidul adalah Ratu Pantai Selatan. Nyi Roro Kidul juga sosok juru selamat yang menjaga eksistensi Kerajaan Mataram. Banyak versi yang menggambarkan sosok Nyi Roro Kidul. Ia sebagai hal nyata yang 'digaib-gaibkan' atau hal gaib yang dibuat seakan nyata. Yang jelas, Nyi Roro Kidul lebih dari konco wingking alias teman tidur, sebagaimana gambaran kuno.
Kehadiran Nyi Roro Kidul sudah sejak dulu jadi teka-teki. Terkait asal-usul, misalnya. Ada banyak versi soal darimana Nyi Roro Kidul berasal.
Yang paling santer adalah tentang Nyi Roro Kidul sebagai putri keturunan raja Kediri, Jayabaya. Versi lain meyakini Nyi Roro Kidul sebagai keturunan Raja Airlangga dari Kahuripan. Belakangan, Nyi Roro Kidul juga disebut sebagai putri dari Raja Pajajaran.
Kami dapat memaparkan berbagai literasi yang menguatkan versi terakhir. Merle Calvin Ricklefs, dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008) menulis nama asli Nyi Roro Kidul sang putri Raja Pajajaran sebagai Dewi Retno Suwodo.
"Menurut tradisi Mataram, Ratu Kidul adalah seorang putri Pajajaran yang diusir dari istana karena menolak kawin menurut kehendak ayahnya. Raja Pajajaran mengutuk putrinya: dia dijadikan ratu roh-roh halus dengan istananya di bawah perairan Samudera Hindia, dan baru akan menjadi wanita biasa lagi pada hari kiamat,” ungkap Ricklefs.
Tak hanya itu. Ratu Kidul juga diramalkan tak akan memiliki suami. Kalau pun bersuami, pria yang mengawininya akan datang dari kalangan terbatas, yaitu raja-raja Islam dari Tanah Jawa. Ramalan itulah yang mengaitkan nama Ratu Kidul sebagai dewi pelindung Kerajaan Mataram Islam sekaligus istri gaib para raja jawa.
"Dalam Babab Tanah Jawi, Penembahan Senopati (1584-1601) dan Sultan Agung (1613-1646) dikisahkan berangkat dari Parangtritis menemui sang ratu di istana bawah laut, yang hanya dihuni roh halus dan bersetubuh dengannya. Hubungan intim dan istimewa antara raja pendiri Mataram dan Sang Ratu ini membawa kerajaan ke puncak kejayaannya pada awal abad ke-17 pada pemerintahan cucu Senopati, Sultan Agung,” ungkap Peter Carey dan Vincent Houben dalam buku Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX (2016).
Nyi Roro Kidul, Gaib yang nyata
Singkat cerita, rakyat Jawa pada masa itu meyakini Ratu Kidul sebagai jelmaan dua sosok yang saling bertentangan. Batari Durga yang dikenal sebagai dewi perusak dan kekacauan, sekaligus Dewi Uma yang merupakan dewi pelindung dan kemakmuran. Atas kesaktiannya itulah raja-raja Jawa kemudian menjalin hubungan dengan Ratu Kidul untuk menjamin keselamatan negeri yang dipimpinnya.
Artinya, jika seorang raja jawa tak ingin kehilangan martabat, ia harus segera menundukkan Ratu Kidul agar tak menjadi Batari Durga. Caranya, tentu saja dengan mengawini sang ratu. Ditulis Soemardaid Moertono dalam buku Negara dan Kekuasaan di Jawa Abad XVI-XIX (2017), Nyi Roro Kidul pertama kali kawin dengan Panembahan Senopati dan kemudian dengan semua raja Mataram. Semua itu dilakukan sebaik-baiknya untuk keamanan kerajaan.
“… Sebab dalam masa bahaya dia akan datang membantu raka dengan tentara jinnya yang tak terpermanai (tiada ternilai) banyaknya. Tapi, kadang-kadang hati Nyai yang tak terselami ini masih juga ingin merenggut nyawa banyak rakyatnya dalam macam-macam wabah,” ungkap sejarawan yang akrab disapa Mas Moer.
Upaya tahunan labuhan pun dilangsungkan. Acara itu adalah upacara mengirim hadiah kepada Ratu Kidul lewat atas rakit yang dibiarkan dibawa ombak menuju Samudera Hindia. Upacara dilakukan atas perintah Raja Yogyakarta. Lewat tradisi itu pula, orang-orang memahami pertalian antara para penguasa di dunia manusia dengan Nyai Roro Kidul sebagai salah satu penguasa dunia gaib.
Sesajen labuhan biasanya terdiri dari kain parang rusak awisan-dalem dengan kemben hijau (kain cangkring, sumekan gaadung) dan batik pola hijau-putih bernama gadung mlati, yang diambildari nama roh halus pelindung Parangtritis (Nyai Gadung Melati). Warna hijau jadi unsur penting dalam sesajen karena diyakini sebagai warna kesukaan Ratu Kidul. Segala sesajen itu biasanya disiapkan pihak Keraton Yogyakarta.
Uniknya, batik gadung mlati sering digunakan para penari di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta saat memainkan tarian suci Bedoyo Ketawang (Kesunanan) ataupun Bedoyo Semang (Kesultanan). Tarian itu dimainkan untuk mengundang roh halus Ratu Kidul untuk datang dan bersetubuh dengan raja.
Nyata yang gaib
Banyak yang meyakini eksistensi Nyi Roro Kidul. Namun, banyak juga orang yang menyangsikan pengaruh dari penguasa pantai selatan itu. Beberapa di antara mereka yang meragunak adalah sastrawan kesohor Tanah Air, Pramoedya Ananta Toer. Dalam pidato penerimaan penghargaan Ramon Magsaysay 1988, Pram menyebut cerita Ratu Kidul hanyanya mitos belaka.
Lewat pidato tertulis berjudul Sastra, Sensor dan Negara: Seberapa Jauh Bahaya Bacaan? Pram mencoba menjelaskan bagaimana pujangga Istana Mataram menciptakan mitos Nyi Roro Kidul sebagai kompensasi kekalahan Sultan Agung saat menyerang Batavia dua kali (1628 dan 1629) sekaligus kegagalan Sultan Agung mengusai jalur perdagangan di Pantai Utara Jawa.
“Untuk menutupi kehilangan tersebut, pujangga Jawa menciptakan Dewi Laut Nyi Roro Kidul sebagai selimut, bahwa Mataram masih menguasai laut, di sini Laut Selatan (Samudera Hindia). Mitos ini melahirkan anak-anak mitos yang lain: bahwa setiap raja Mataram beristerikan Sang Dewi tersebut,” ungkap Pram.
Baca juga:
Menurut Pram, berangkat dari mitos Nyi Roro Kidul, muncul pula mitos tabu lainnya, semisal dilarang menggunakan pakaian hijau di wilayah pantai selatan. Padahal, hal itu hanya bentuk kebencian para pujangga terhadap kompeni. Hijau, kata Pram merepresentasikan warna pakaian serdadu Belanda.
Kendati demikian, sejarawan, Ong Hok Ham menilai hal itu masih dalam taraf wajar. Kata Ong, mitos Nyi Roro Kidul merupakan mitos yang positif. Penciptaan mitos dan pemanfaatnya jelas untuk melanggengkan kekuasaan Mataram. Bahkan Ong menambahkan hal itu adalah hal yang biasa terjadi, baik di masa lalu maupun masa kini.
“Mitos Nyi Roro Kidul justru memperkuat legitimasi raja. Hal ini berlainan dengan orang kaya yang berhubungan dengan Nyi Blorong. Yang disebut terakhir adalah negatif, sedangkan yang pertama, yakni hubungan Raja Mataram dengan Nyai Roro Kidul adalah positif. Demi kian pula dengan roh halus lain yang melindungi Raja Mataram, yakni Sunan Lawu di Gunung Lawu,” tulis Ong Hok Ham dalam buku Dari soal priyayi sampai Nyi Blorong (2002).