Perayaan Idulfitri 1443 H di Papua Penuh Toleransi Tergambar dari Pawai Hadrat di Jayapura
PAPUA - Budayawan sekaligus akademisi dari Universitas Indonesia (UI) Ngatawie Al Zastrouw menilai perayaan Idulfitri 1443 Hijriah di Papua dijalani dengan penuh toleransi.
Menurut dia, toleransi itu tergambar saat pawai hadrat, yaitu upacara merayakan Idulfitri oleh masyarakat Kaimana. Pawai tersebut dimeriahkan dengan menabuh gendang, tifa dan rebana untuk mengiring selawat.
"Masyarakat Papua tidak hanya memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga budaya dan tradisi yang jika dikembangkan bisa jadi modal membangun kesejahteraan," kata dia melalui keterangan tertulis, Kamis 12 Mei.
Warga yang mengikuti pawai hadrat, lanjut Ngatawie, akan menari bersama sambil berkeliling dan bersilaturahmi. Selain di Kaimana, tradisi Pawai Hadrat juga dilakukan di Jayapura.
Menariknya, kata dia, meski tradisi ini untuk merayakan hari besar umat islam, namun banyak melibatkan umat nonmuslim sehingga menjadi momentum membangun toleransi dan moderasi.
Melihat toleransi yang terbangun di Papua, Ngatawie mengajak masyarakat di Tanah Air untuk belajar dari warisan tradisi dan nilai-nilai yang sudah diwariskan oleh para leluhur.
"Kebudayaan yang diwariskan para leluhur harus menjadi pedoman dan sesuatu yang bernilai serta bermanfaat bagi kehidupan kita," imbuhnya.
Baca juga:
- Jalur Mudik Lebaran Bisa Jadi Invisible Killer, KPBB Ingatkan Racun Gas Buang Kendaraan
- Setelah Lebaran 2022, Pendatang Baru di Jakarta Pusat Diprediksi Mencapai 1.500 Orang
- Mahfud MD Silaturahmi ke Rumah Istri Gus Dur, Dihidangkan Opor Sembari Bahas Situasi Politik Terkini
- Strategi Pilpres 2024, Denny Siregar: Kabarnya Anies Ingin Menjauh dari Kadrun karena Membuat Citranya Jadi Jelek
Sementara itu, Koordinator Mahasiswa Papua di Jabodetabek, Moytuer Boymasa mengatakan, secara umum Papua mementingkan persaudaraan antarumat beragama, suku, dan unsur-unsur lainnya.
"Setiap suku bahkan secara genealogi memiliki hubungan kekerabatan dan terus terjaga erat," kata Moytuer kepada Antara.
Ia mengatakan, sejak umat kristen dan islam masuk ke Bumi Cenderawasih, keduanya hidup saling berdampingan. Termasuk senantiasa sejalan dengan budaya yang ada di masyarakat, saling melengkapi, menguatkan hingga lahir tatanan masyarakat yang harmonis.
Wujud toleransi umat beragama di Papua misalnya saat pembangunan tempat ibadah. Masyarakat saling membantu dalam membangun masjid maupun gereja. Tidak hanya itu, Papua juga memiliki budaya toleransi yang kuat salah satunya tradisi bakar batu dari Suku Dani.
"Tradisi ini media untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai," tandasnya.