Donbas, Wilayah Timur Ukraina, Dukung Kebijakan Rusia untuk Blokir Facebook dan Instagram

JAKARTA - Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk di Ukraina timur yang didukung Rusia mengumumkan pada Rabu, 11 Mei  bahwa mereka telah memblokir akses ke Facebook dan Instagram, menyelaraskan diri dengan kebijakan Rusia terhadap jejaring media sosial yang berbasis di AS.

Moskow mengakui dua wilayah separatis itu sebagai wilayah merdeka pada 21 Februari. Tiga hari kemudian Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina dalam kampanye yang disebutnya "operasi militer khusus" yang sebagian ditujukan untuk melindungi penutur bahasa Rusia di sana.

"Akses ke sumber informasi perusahaan Amerika seperti Meta, yang memungkinkan seruan kekerasan terhadap pengguna berbahasa Rusia di jejaring sosialnya, telah diblokir," kata Kementerian Komunikasi DNR dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Reuters. “Mengingat hal ini, akses ke jejaring sosial Facebook dan Instagram diblokir di wilayah republik.”

Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Komunikasi LNR mengatakan pihaknya juga memblokir akses ke jejaring sosial. Meta Platforms Inc  tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan tersebut.

Rusia telah melarang Facebook dan Instagram pada Maret lalu setelah pengadilan memutuskan Meta bersalah atas "aktivitas ekstremis". Moskow juga telah membatasi akses ke Facebook karena media sosial itu juga membatasi akses media Rusia ke platform tersebut.

Regulator komunikasi negara Rusia juga memblokir akses ke Instagram pada Maret setelah Meta mengatakan akan mengizinkan pengguna media sosial di Ukraina untuk mengirim pesan seperti "Matilah penjajah Rusia".

Meta mengatakan bahwa perubahan sementara dalam kebijakan ujaran kebencian ini hanya berlaku di Ukraina.

Rusia juga telah menjalin hubungan dekat dengan Donetsk dan Luhansk, yang secara kolektif dikenal sebagai Donbas, sejak mendukung pemberontakan pro-Rusia di sana pada tahun 2014 setelah pencaplokan Krimea dari Ukraina oleh Moskow.

Kedua wilayah ini telah menerima dukungan keuangan dari Moskow, dan menggunakan rubel Rusia sebagai mata uang mereka serta mengajarkan kurikulum Rusia di sekolah mereka.