Kejati Sulsel Panggil Bupati Tana Toraja Jadi Saksi Dugaan Korupsi Bandara

MAKASSAR - Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pembebasan lahan pembangunan Bandara Buntu Kuni, Mengkendek di Kabupaten Tana Toraja, menghadirkan enam saksi termasuk Bupati Tana Toraja Theofilus Allorerung di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulawesi Selatan.

"Ada enam saksi dihadirkan JPU (jaksa penuntut umum) tadi, termasuk Bupati Tana Toraja di persidangan," kata Kepala Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel Soertami di Makassar, Selasa 10 Mei.

Enam orang saksi tersebut yang dihadirkan JPU, masing masing Yunus Sirante selaku mantan Kepala Bapenda Tator, Zeth Jhonsin Tolla, mantan Kepala Dinas Prasarana Umum Tator, dan Agus Sosang, mantan Kepala Dinas Perhubungan Tator.

Selanjutnya, mantan Kepala Dinas Pertanian Tator, Yunus Palayukan, mantan Kepala Dinas Kehutanan Tator, dan Bupati Tator, Theofilus Allorerung.

Menurut Soertami, keenam saksi tersebut pada saat kegiatan pengadaan tanah untuk pembebasan lahan bandara Buntu Kuni, semuanya adalah masuk sebagai panitia pengadaan tanah.

Sementara itu, pada perkara ini ada dua terdakwa yang didudukkan dalam persidangan masing-masing mantan Sekreraris Daerah Tator sekaligus Ketua Panitia Sembilan, Enos Karoma, dan mantan Camat Mengkendek juga anggota Panitia Sembilan, Ruben Rombe Randi.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini, Adnan Hamzah telah membacakan dakwaan dan menguraikan isi dakwaan bahwa kedua terdakwa bertindak secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama pada November 2010 sampai 2012.

Perbuatan tersebut bertempat di Kantor Bupati Tana Toraja dan Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Tana Toraja yang masuk wilayah hukum PN Tipikor Makassar.

Hasil identifikasi atau penelitian dimaksud tidak dilakukan pengumuman serta tidak menunjuk Lembaga Penilai Harga Tanah yang telah ditetapkan oleh Bupati untuk menilai harga tanah, dalam hal ini kabupaten atau di sekitar kabupaten yang bersangkutan. Apalagi belum dibentuk Lembaga Penilai Harga Tanah oleh Bupati setempat.

Mereka didakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain yakni para penerima ganti rugi yang tidak diakui hak penguasaannya serta para penerima ganti rugi yang dinyatakan tidak berhak menerima ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor. 207K/pdt/2013 tanggal 27 November 2013.

"Dari perbuatan itu merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp7,3 miliar lebih, sebagaimana laporan hasil audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara atas pengadaan tanah untuk pembangunan bandara," paparnya dikutip Antara.

Perbuatan para terdakwa diancam dengan pidana primer Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana