Usai Penguncian, China Bakal Bangun Ribuan Lokasi Pengujian COVID-19 Permanen

JAKART - China sedang menyiapkan ribuan stasiun pengujian PCR permanen, dengan 9.000 sudah selesai di Shanghai saja, seiring dengan upaya pihak berwenang untuk 'menormalkan' kontrol pandemi yang keras, setelah penguncian berakhir.

Saat ini, hampir 25 juta penduduk di pusat keuangan timur Shanghai tetap berada di bawah beberapa bentuk penguncian, saat kota itu memerangi wabah virus corona terbesar yang pernah ada di China.

Tetapi, guna mencegah gejolak di masa depan, otoritas kota telah menyiapkan sistem yang akan membuat pengujian COVID-19 reguler menjadi fitur permanen kehidupan sehari-hari, dengan kota-kota lain mengambil langkah serupa.

Dari 9.000 situs pengujian Shanghai, 5.000 sudah beroperasi, kata wakil wali kota Wu Qing pada Hari Jumat, seperti melansir Reuters 6 Mei.

Sebagai bagian dari strategi nol-COVID 'dinamis' China, penduduk kota-kota termasuk Beijing telah sering menghadapi tes, dan telah lama terbiasa menampilkan aplikasi seluler 'kode kesehatan', untuk menunjukkan mereka tidak mengunjungi daerah berisiko tinggi.

Namun ,sistem baru akan mewajibkan siapa pun untuk memiliki tes PCR negatif sebelum memasuki ruang publik. Tidak jelas seberapa baru tes itu perlu dilakukan.

Stasiun pengujian, terletak di daerah perumahan, taman industri, blok kantor, dan di pintu masuk ke stasiun kereta api dan kereta bawah tanah, akan memungkinkan orang untuk diuji hanya dalam 15 menit, kata para pejabat.

Beijing, yang sedang memerangi wabah, juga mengatakan pada Hari Kamis akan menerapkan pengujian normal, memastikan siapa pun yang memasuki gedung-gedung publik harus menunjukkan hasil tes negatif yang diambil dalam tujuh hari terakhir.

Selain kedua kota tersebut, Hangzhou yang berjarak 176 km (109 mil) barat daya Shanghai, juga telah berjanji untuk mendirikan 10.000 stasiun pengujian permanen, memungkinkan akses ke tempat-tempat indahnya hanya untuk orang-orang dengan tes COVID negatif dari 48 jam sebelumnya.

Diketahui, China telah menggandakan retorika nol-COVID-nya, dengan mengatakan strategi itu tetap menjadi cara yang paling hemat biaya dan kemanusiaan, untuk menangani pandemi.

Tetapi, banyak penduduk dan kelompok bisnis di Negeri Tirai Bambu telah menyuarakan keprihatinan tentang biaya penguncian yang sering dilakukan.