Harga Uji Usap Tak Boleh Lebih dari Rp900 Ribu, Satgas: Harus Ditaati

JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, meminta rumah sakit maupun fasilitas kesehatan yang mengadakan uji usap mengikuti surat edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta transparan dalam pembiayaan pelayanan kesehatan.

Adapun dalam surat edaran yang dimaksud, harga maksimal untuk uji usap Rp900 ribu disemua rumah sakit, dan fasilitas kesehatan. Baik swasta maupun milik pemerintah.

"Kami meminta agar fasilitas kesehatan yang melayani tes usap mandiri untuk mematuhi surat edaran Kemenkes dan transparan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan demi meminimalisir fraud," kata Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 8 Oktober.

Dia juga mengingatkan, penerapan harga tertinggi pengujian tersebut juga hanya boleh diberlakukan bagi masyarakat yang melaksanakan uji usap COVID-19 secara mandiri.

Sementara bagi masyarakat yang mengikuti pengujian setelah dinyatakan kontak dekat dengan pasien COVID-19, tidak boleh dikenakan biaya apapun.

"Perlu ditekankan bahwa batasan tarif tersebut, hanya berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT PCR secara mandiri dan tidak berlaku pada kegiatan penelusuran kontak atau rujukan kasus COVID-19 ke rumah sakit," tegasnya.

"Jadi sesuai dengan SE Kemenkes maka biaya tes usap mandiri atau swab test maksimal adalah Rp 900 ribu," imbuhnya.

Sebelumnya, Plt Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir mengumumkan, biaya untuk sekali uji usap ditetapkan sebesar Rp900 ribu. 

Menanggapi penetapan ini, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Susi Setiawaty menyebut pihaknya akan mematuhi ketentuan tarif baru tes swab mandiri. Namun, ia meminta ada subsidi biaya pembelian reagen tes kit sebagai bahan dasar pemeriksaan.

"Kami mengharapkan ada ketetapan soal harga reagent. Sebab, investasi alat, sumber daya manusia, hingga kit swab kita keluarkan dengan biaya sendiri, bukan hibah atau diberi bantuan," kata Susi saat dihubungi VOI, Selasa, 6 Oktober.

Selain itu, Susi juga meminta pemerintah memberi subsidi atau penetapan tarif maksimal dari harga alat pelindung diri (APD) yang dijual produsen. Hal ini dimaksudkan agar rumah sakit tidak mengalami kerugian saat mengikuti aturan tarif tes swab Rp900 ribu.

Senada, Ketua Satgas COVID-19 PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban juga memandang biaya tes swab mandiri dengan harga Rp900 ribu sulit untuk diterapkan rumah sakit tanpa mendapat subsidi dari pemerintah.

"Harga Rp900 ribu untuk tes PCR swab mungkin cukup bila reagensia dibantu pemerintah, yaitu untuk reagensi untuk ekstraksi dan reagensia PCR," tutur Zubairi dalam keterangannya.

Dalam perhitungan Zubairi, Rp900 ribu hanya cukup untuk biaya sarana, biaya alat, bahan habis pakai, biaya alat pelindung diri, catridge (khusus TCM), dan pemeliharaan kesehatan. 

"Jika tidak ada subsidi dari pemerintah, maka harga swab PCR test semestinya adalah Rp1,2 juta," ungkap Zubairi.