KPU Belum Punya Payung Hukum Gunakan Rekapitulasi Elektronik Hasil Suara Pilkada 2020
JAKARTA - Pelaksana Harian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ilham Saputra menyebut rencana penghitungan rekapitulasi hasil suara Pilkada 2020 secara resmi dengan sistem elektronik berpotensi dibatalkan.
Alasannya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 masih memberi ketentuan bahwa rekapitulasi dilakukan berjenjang secara manual, mulai dari tempat pemungutan suara (TPS), kecamatan, lalu diteruskan ke KPU daerah.
"Jika dikaitkan dengan pandemi COVID-19, sebenarnya kita berharap agara rekapitulasi di kecamatan bisa dihapus atau ditiadakan. Tapi, tentu perlu terobosan hukum terkait dengan itu," kata Ilham dalam diskusi webinar, Jumat, 2 Oktober.
Padahal, kata Ilham, KPU telah menyiapkan infrastruktur rekapitulasi elektronik (e-Rekap) dan telah melakukan simulasi e-Rekap dengan mengirim hasil suara dari tiap tempat pemungutan suara (TPS) langsung ke KPU daerah.
Oleh sebab itu, Ilham mengaku KPU akan melobi pemerintah dan DPR sebagai pemegang regulasi untuk melakukan terobosan pengubahan aturan rekapitulasi.
"KPU akan teruss berkoordinasi dengan pemerintah dan DPR untuk terobosan hukum tersebut," ucap dia.
Baca juga:
Beberapa waktu lalu, KPU menggelar simulasi penggunaan apilkasi e-Rekap dengan nama Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap). Aplikasi ini akan digunakan untuk menghitung hasil suara pilkada yang digelar di tengah pandemi COVID-19.
Simulasi dilakukan oleh 30 pegawai KPU RI yang berperan sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Pertama, KPU menyiapkan lembar berita acara hasil rekapitulasi suara (C1-KWK) yang sudah terisi sebagai sampel. Lembar ini dipasang di sekitar dinding Ruang Rapat Pleno kantor KPU RI.
"Masing-masing petugas KPPS ini nanti menggunakan aplikasi Sirekap di ponsel masing-masing, dengan beberapa urutan yang ada," jelas Komisioner KPU Evi Novida Ginting.
Aplikasi Sirekap akan menampilkan data dari proses input C1-KWK. Petugas KPPS kemudian mengirimkan hasil foto kepada saksi dan pengawas TPS dalam bentuk QR code.
Data lalu diagregasi dari setiap TPS ke kelurahan, kecamatan, hingga kabupaten/kota pada pemilihan wali kota/bupati, atau diteruskan ke tingkat provinsi untuk pemilihan gubernur.