Luhut Ingin Kebut Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, Kejar Investasi dari China

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah memiliki strategi untuk meningkatkan investasi di tengah pandemi COVID-19. Salah satunya, dengan pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Menurut Luhut, Omnibus Law menjadi kunci untuk memudahkan investasi masuk. Utamanya, ujar Luhut, dalam hal penyederhanaan perizinan hingga kawasan ekonomi khusus.

"Kami dorong pengesahan Omnibus Law dan mendukung kalangan bisnis dan masyarakat yang terkena dampak COVID-19," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Jumat, 2 Oktober.

Luhut mengatakan, strategi lain yang dimiliki pemerintah untuk mendongkrak masuknya penanaman modal adalah perbaikan infrastruktur. Ia pun memastikan pemerintah terus berfokus mengembangkan sektor tersebut.

Lebih lanjut, Luhut mengatakan, pandemi COVID-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia tidak hanya menyebabkan tingginya angka kematian. Tetapi, juga berdampak buruk pada sektor perekonomian.

"Pandemi menyebabkan daya beli masyarakat menurun sehingga memengaruhi konsumsi," tuturnya.

Kondisi buruk yang disebabkan oleh pandemi, kata Luhut, mengharuskan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari pengeluaran pemerintah dan penambahan investasi. Saat ini, sejumlah negara tercatat telah berinvestasi di Indonesia dalam jumlah signifikan. Negara tersebut yaitu China, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Afrika, hingga beberapa negara barat.

Bahkan, kata Luhut, pada 12 Januari, pemerintah telah mendatangani nota kesepahaman sebesar 22,8 miliar dolar AS dengan Uni Emirat Arab. Detil kerja sama tersebut antara lain, lanjutnya adalah untuk pengembangan energi berkelanjutan, membagi visi mengenai pertumbuhan hijau sebagai cara untuk mentransformasi ketahanan energi menjadi enerhi berkelanjutan serta mendukung nilai asli Islam dalam mendorong toleransi serta beberapa lainnya.

"Perusahaan Penanam Modal Asing (PMA) dari negara Islam pada tahun 2019 didominasi oleh Uni Emirat Arab sebesar 69,7 persen," katanya.

Terbaru, Indonesia dengan perusahaan Uni Emirat Arab juga bekerja sama untuk memproduksi vaksin COVID-19.

"Mereka UEA berkomitmen untuk menyediakan 10 juta dosis untuk Indonesia dan melakukan kerja sama yang lebih luas untuk produksi farmasi di pasar Timur Tengah, Afrika dan beberapa negara lainnya," tuturnya.

Sementara itu, Dubes RI untuk Abu Dhabi Husin Bagis mengatakan, hambatan sejumlah negara untuk membenamkan investasi di Indonesia menyangkut persoalan kesepakatan clean and clear.

Husin berujar, ada 57 negara yang mayoritasnya Islam tapi hanya beberapa negara Islam yang kaya. Seperti Arab Saudi yang bisa memproduksi minyak 12 juta barel, Abu Dhabi 14 juta barel. Negara-negara kaya itu, katanya, akan berinvestasi di negara-negara yang mudah birokrasinya dan menarik.

"Mereka kurang tertarik untuk menanamkan modalnya ke Indonesia karena kita enggak punya project yang bisa nawarin kesepakatan yang clean and clear," tuturnya.