Dilema BLT: Solusi Jangka Pendek namun Panjang
JAKARTA – Fenomena Bantuan Langsung Tunai atau yang disebut BLT kini menyeruak lagi, seiring kenaikan harga minyak goreng di Indonesia. Pemerintah memutuskan untuk mengalah memberikan lump sum kepada masyarakat, ketimbang bersusah payah mengatur kelakuan para taipan industri minyak sawit yang memonopoli proses hulu hilir minyak goreng.
Program BLT minyak goreng ini diumumkan Presiden Jokowi pada 1 April lalu.
“Kita tahu harga minyak goreng naik cukup tinggi sebagai dampak dari lonjakan harga minyak sawit di pasar internasional. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah akan memberikan BLT minyak goreng. Bantuan itu akan diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan,” ujar Presiden Jokowi dalam dalam pengumuman yang disiarkan lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden.
“Adapun bantuan yang diberikan sebesar Rp100 ribu setiap bulannya. Pemerintah akan memberikan bantuan tersebut untuk tiga bulan sekaligus, yaitu April, Mei, dan Juni yang akan dibayarkan di muka pada bulan April 2022 sebesar Rp300 ribu. Terakhir saya minta Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, dan TNI, serta Polri berkoordinasi agar pelaksanaan penyaluran bantuan ini berjalan dengan baik dan lancar,” lanjut Jokowi.
Dan seperti biasa, Jokowi langsung beraksi. Dalam kunjungan ke Jambi pada Kamis 7 April, Jokowi menyambangi Pasar Angso Duo. Di situ Jokowi memberikan bantuan kepada 200 pedagang, masing-masing Rp1,2 juta untuk modal.
Diberikan juga BLT minyak goreng untuk 100 penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), masing-masing Rp300 ribu seperti yang dijanjikan saat pengumuman pada 1 April.
Aksi bagi-bagi duit ini masih akan berlanjut, mungkin hingga Juni karena ada 20,5 juta keluarga tercatat dalam PKH dan 2,5 juta pedagang yang harus diurusi. Itu jumlah sesuai yang diprogramkan BLT minyak goreng tahun ini, dengan alokasi anggaran mencapai Rp6,15 triliun yang diambil dari dana Bansos.
Uang sebesar Rp300 ribu dianggap cukup untuk membeli minyak goreng selama tiga bulan, dengan kelas minyak curah. Namun jelas BLT tidak menyelesaikan polemik kelangkaan minyak goreng dan harganya yang meroket. BLT hanya menyelesaikan masalah di tingkat end user, walau hanya sementara.
Impor dari Brasil
Ketika pertama kali digagas di Brasil di bawah kepemimpinan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva pada 2003, BLT yang diberi nama Bolsa Familia (Tunjangan Keluarga) memang program jangka pendek. Program ini dipuji sebagai “skema antikemiskinan yang diciptakan di Amerika Latin dan menjadi teladan di seluruh dunia”.
Popularitas Bolsa Familia di mata masyarakat miskin Brasil, membuat program ini terus digulirkan hingga Presiden Lula da Silva mengakhiri masa jabatan pada 2011. Jadi program jangka pendek ini dijalankan Lula da Silva selama delapan tahun.
Presiden Brasil setelah Lula da Silva, Dilma Rousseff dan Michel Temer juga masih menjalankan program Bolsa Familia. Presiden Brasil sekarang, Jair Bolsonaro mengganti Bolsa Familia dengan Auxillio Brasil (Bantu Brasil) pada 30 Desember 2021.
Nama berbeda, konsep sama. Bolsonaro hanya menambahkan jumlah uang, dari yang semula maksimal 182 real (sekitar Rp550 ribu) menjadi 400 real (sekitar Rp1,2 juta) per bulan.
Menular ke Luar
Dianggap bagus, konsep Bolsa Familia lantas diadopsi banyak negara. Bank Dunia juga lantas menyediakan utangan, lewat program yang diberi nama Project Family Grant. Program ini lantas populer di negara dunia ketiga.
Salah satu negara pertama di luar Brasil yang menerapkan Bolsa Familia tentu saja Indonesia. Pada masa pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2004, program Bolsa Familia diboyong ke Indonesia dan diberi nama Bantuan Langsung Tunai. Itulah sejarah BLT di Indonesia.
Pemerintahan SBY terus menerapkan program BLT. Program ini jadi andalan untuk mengatasi masalah ekonomi masyarakat menengah ke bawah Indonesia. Sepanjang masa Pemerintahan SBY 2004-2014, BLT dipraktikkan sebanyak tiga kali yaitu: 2005, 2008, dan 2013.
Presiden Jokowi pun menerapkan program ini, meskipun pada awalnya diberi nama Program Keluarga Harapan (PKH) namun rohnya sama saja. Pada 2018 Pemerintahan Jokowi memberikan dana total Rp1,89 juta kepada masyarakat miskin yang dapat diambil dalam empat kali pencairan.
Sekarang BLT kembali nongol. Lucunya, sejak pertama kali diperkenalkan oleh SBY-JK pada 2005 hingga dipraktikkan Jokowi di 2022, data penerima dan jumlah besaran BLT tidak pernah bergerak jauh. Penerima berkisar 20 juta keluarga, dan besaran angka tidak bergeser dari Rp300-400 ribu.
Baca juga:
- Jenderal Andika Perkasa Sebaiknya Segera Keluarkan Peraturan Resmi Soal Keturunan PKI Gabung TNI
- Jenderal Andika Perkasa Izinkan Keturunan PKI Gabung TNI dan Kilas Balik Ide Gus Dur Cabut TAP MPRS XXV Tahun 1966
- Kematian Pablo Escobar Menyisakan Misteri: Dieksekusi atau Bunuh Diri?
- Pernah Jadi Orang Terkaya di Dunia, Begini Cara Pablo Escobar Mengeruk Uang dari Narkoba