Saksi dari Irjen Napoleon Bonaparte Gagal Hadiri Sidang Praperadilan karena Tak Diizinkan Atasan
JAKARTA - Irjen Napoleon Bonaparte gagal menghadirkan saksi dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka di kasus dugaan suap penghapusan red notice. Sebab, ketiga saksi yang merupakan anggota Polri tidak mendapat izin atasannya untuk hadir dalam sidang ini.
"Kami sudah upayakan tiga saksi dari anggota polri, kami sudah menyampaikan surat tapi tidak bisa hadir karena tidak diizinkan oleh atasan," ucap Napoleon kepada hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 30 September.
Sidang lanjutan yang beragendakan pemeriksaan saksi, pihak pelapor berencana menghadirkan 3 orang saksi fakta. 3 saksi ini yang mengetahui peristiwa dugaan suap tersebut.
"Kami mohon dalam kesempatan yang baik ini, demi keterbukaan, dan transparansi, dan keadilan dalam proses ini. Kami mohon bagaimana dibantu agar bisa dari termohon untuk bisa mengajukan menghadirkan saksi yang kami maksud tersebut," papar Napoleon.
Bila Polri tetap tidak memberikan izin pada ketiga saksi yang ditunjuknya untuk hadir dalam persidangan, dia meminta, para saksi bisa memberikan kesaksian secara daring.
"Kami mohon itu, kalau ada cara lain minmal bisa sidang online besok, itu harapan kami demi keterbukaan dan keadilan," kata dia.
Sementara, hakim ketua Suharno menyebut mempersilakan pihak pemohon untuk berkoordinasi dengan Polri terkait menghadirkan saksi secar daring. Tetapi, dengan catatan harus memenuhi persyaratan.
"Sebagaimana persidangan awal tadi sudah kami sampaikan, ada tempat-tempat yang bisa dilakukan (untuk pesidangan online) selama memenuhi persyaratan yang ada kami persilakan," lanjut dia.
Sidang gugatan praperadilan Irjen Napoleon bakal dilanjutkan pada Kamis, 1 Okotober, sekitar pukul 10.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi fakta dari pemohon dan saksi ahli dari termohon.
Dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan tersangka yang diduga sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.
Dari kasus suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, ponsel, termasuk CCTV sebagai barang bukti.