Transaksi Uang Kripto Bakal Kena Pajak Pertambahan Nilai 11 Persen 

JAKARTA - Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi aset kripto dan pajak penghasilan atas keuntungan modal dari investasi tersebut masing-masing sebesar 0,1%. 

Menurut Hestu Yoga Saksama, Direktur Peraturan Perpajakan I Kemenkeu  Ketentuan pajak baru ini akan dimulai pada 1 Mei.

Pengenaan pajak diberlakukan terhadap aset digital setelah minat masyarakat yang telah melonjak selama pandemi COVID-19. Bahkan jumlah pemegang aset kripto melonjak menjadi 11 juta pada akhir tahun 2021.

Menurut data dari Badan Pengatur Perdagangan Berjangka Komoditi (Bapeti) total transaksi aset kripto tahun lalu di pasar komoditas berjangka mencapai 859,4 triliun rupiah. Jumlah ini disebut naik lebih dari 10 kali lipat dari nilai transaksi tahun 2020, 

Masyarakat Indonesia memang diizinkan untuk memperdagangkan aset kripto sebagai komoditas atau investasi tetapi tidak dapat menggunakannya sebagai alat pembayaran.

"Aset kripto akan dikenakan PPN karena merupakan komoditas seperti yang didefinisikan oleh kementerian perdagangan. Mereka bukan mata uang," kata pejabat itu, Hestu Yoga Saksama, dalam konferensi pers, Jumat lalu. "Jadi kami akan mengenakan pajak penghasilan dan PPN."

Tarif PPN atas aset kripto jauh di bawah 11% yang dikenakan pada sebagian besar barang dan jasa Indonesia. Sedangkan pajak penghasilan atas keuntungan modal, sebesar 0,1% dari nilai transaksi bruto, sama dengan pajak atas saham.

Para pejabat mengatakan undang-undang pajak luas yang disahkan tahun lalu adalah dasar hukum untuk pajak atas aset kripto. Undang-undang itu bertujuan untuk mengoptimalkan pengumpulan pendapatan yang terkena dampak pandemi COVID-19.