Menlu Prancis: Belum Ada Kemajuan dalam Pembicaraan Damai Rusia - Ukraina
JAKARTA - Pembicaraan damai antara Rusia dengan Ukraina yang berlangsung di Istanbul, Turki Selasa lalu dinilai belum membawa kemajuan berarti dalam meredakan ketegangan kedua negara, menurut diplomat top Prancis.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian dalam wawancara dengan surat kabar Le Figaro menilai, belum ada terobosan dalam proses perdamaian Moskow dengan Kyiv.
"Saya tidak melihat tanda-tanda yang menunjukkan perubahan nyata dan jangka panjang dalam posisi Rusia,” katanya, seperti melansir TASS 1 April.
"Meskipun pasukannya bergerak lebih lambat dari yang diharapkan Kremlin, saat ini saya tidak melihat adanya kemunduran atau gencatan senjata yang signifikan," tambah Le Drian.
"Apa yang disebut rezim diam yang diumumkan Rusia selama beberapa jam di Mariupol kemarin jelas tidak cukup," diplomat tinggi Prancis itu menekankan.
Lebih jauh Jean-Yves Le Drian menerangkan, Presiden Prancis Emmanuel Macron berencana untuk mempertahankan dialog dengan pemimpin Rusia Vladimir Putin untuk membantu menyelesaikan krisis Ukraina.
Ketika ditanya apakah Presiden Macron harus mempertahankan dialog dengan Presiden Putin, dia menjawab dengan setuju.
"Ya, karena kita perlu menunjukkan kegigihan dan tekad untuk menciptakan hubungan yang suatu hari nanti akan membantu membangun dialog antara Presiden Putin dan (Presiden Ukraina) Zelensky," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kabar positif datang dari Istanbul, Turki tempat pembicaraan damai Rusia dan Ukraina digelar Hari Selasa, dengan Rusia berjanji mengurangi operasi militernya dan Ukraina mengusulkan status netral.
"Untuk meningkatkan rasa saling percaya dan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk negosiasi lebih lanjut, mencapai tujuan akhir dari menyetujui dan menandatangani (sebuah) kesepakatan, keputusan dibuat untuk secara radikal, dengan margin besar, mengurangi aktivitas militer di arah Kyiv dan Chernihiv," ujar Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin di Istanbul.
Sementara itu, usulan Ukraina pada pembicaraan tersebut adalah yang paling rinci yang telah ditayangkan oleh kedua belah pihak secara terbuka.
Negosiator Ukraina mengatakan, di bawah proposal mereka, Ukraina akan setuju untuk tidak bergabung dengan aliansi atau menjadi pangkalan tuan rumah pasukan asing, tetapi akan memiliki keamanan yang dijamin dalam hal yang mirip dengan 'Pasal 5', klausul pertahanan kolektif NATO.
Dalam hal ini, Ukraina mengidentifikasi Israel dan anggota NATO Kanada, Polandia dan Turki sebagai negara yang dapat membantu memberikan jaminan tersebut. Rusia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Italia juga bisa memberikan jaminan.
Usulan itu akan mencakup periode konsultasi 15 tahun tentang status Krimea yang dicaplok Rusia, dan hanya bisa berlaku jika terjadi gencatan senjata lengkap, kata para perunding.
Baca juga:
- Intelijen Inggris Sebut Pasukan Rusia Miliki Moral Rendah dan Peralatan yang Buruk, Tolak Laksanakan Perintah di Ukraina
- Gedung Putih Sebut Putin Tak Dapat Informasi Sesungguhnya: Merasa Disesatkan, Terlibat Ketegangan dengan Petinggi Militer
- Donald Trump Minta Vladimir Putin Rilis Informasi Hunter Biden, Gedung Putih: Orang Amerika Macam Apa?
- Serangan Rusia Hantam Rumah Sakit hingga Sekolah Ukraina, Kepala HAM PBB: Dapat Dianggap Sebagai Kejahatan Perang
Adapun mengenai nasib wilayah Donbas tenggara, yang Rusia tuntut agar Ukraina diserahkan kepada separatis, akan disisihkan untuk dibahas oleh para pemimpin Ukraina dan Rusia, tambah mereka. Setiap kesepakatan damai akan membutuhkan referendum di Ukraina.
"Jika kita berhasil mengkonsolidasikan ketentuan-ketentuan kunci ini, maka Ukraina akan berada dalam posisi untuk benar-benar memperbaiki statusnya saat ini sebagai negara non-blok dan non-nuklir dalam bentuk netralitas permanen," ujar delegasi Ukraina Oleksander Chaly.
"Kami tidak akan menjadi tuan rumah pangkalan militer asing di wilayah kami, serta mengerahkan kontingen militer di wilayah kami, dan kami tidak akan masuk ke dalam aliansi militer-politik," katanya. Sementara, latihan militer akan dilakukan dengan persetujuan negara-negara penjamin.