Tukang Sayur yang Cabuli Anak Tirinya Mengaku Selama 6 Tahun Ancam Korban Lewat Lisan
JAKARTA - Wakapolres Metro Jakarta Selatan AKBP Harun mengungkapkan motif ayah tiri menyetubuhi anaknya yang berusia 17 tahun di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Menurut Harun, tersangka berinisial GP (31) itu sejak awal sudah tertarik dengan korban, anak tirinya.
"Pelaku ternyata pernah suka dengan korban walaupun itu anak tirinya," ucap Harun kepada wartawan di Polres Metro Jakarta Selatan, Kamis, 31 Maret.
Harun memastikan, selama tersangka melakukan aksinya, dia hanya mengancam lewat lisan kepada korban.
"Sesuai keterangan korban tidak pernah ada kekerasan fisik selalu mengancam, diancam untuk jangan mengadukan, " katanya.
Lantaran tak tahan selalu dilecehkan terus menerus, pada akhirnya korban memutuskan melapor ke ibunya pada Rabu, 30 Maret.
"Mungkin karena korban hampir 6 tahun diperlakukan seperti itu, dipegang juga dilakukan tindakan lainnya hingga akhirnya korban mengadu ke orangtuanya. Jadi baru menyampaikan pada Maret 2022 ini (di Polres Metro Jaksel)," jelas Harun.
Baca juga:
- Tukang Sayur di Pasar Minggu Setubuhi Anak Tirinya Selama 6 Tahun, Korban Selalu Diancam oleh Tersangka
- Penembakan di Stasiun Serpong, KAI Commuter Jelaskan Itu Aksi Para Pelaku Vandalisme
- Fakta Baru, Sekuriti Toko Kamera Focus Nusantara Semarang yang Tewas Dirampok, Sempat Foto Wajah dan KTP Pelaku
- Penembakan di Stasiun Serpong, KAI Commuter Jelaskan Itu Aksi Para Pelaku Vandalisme
Polisi yang menerima laporan itu, langsung melakukan penangkapan pada hari yang sama. Harun menerangkan bahwa pihaknya mengamankan sejumlah barang bukti berupa pakaian korban dan pelaku saat kejadian.
"Barang bukti yang kita dapatkan ada pakaian dalam warna biru, pink, juga kaos dan hasil visum dari RSCM," paparnya.
Atas perbuatannya pelaku dijerat Pasal 76 huruf D Juncto 81 ayat 1 dan 3 Juncto dengan pasal 76 huruf E juncto pasal 82 UU No. 17 tahun 2016 perubahan kedua UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selain itu dilapisi dengan UU KDRT pasal 46 UU No. 23 tahun 2004. Ancaman hukuman minimal 5 tahun maks 15 tahun dengan denda sebesar 5 miliar.