Andre Rosiade Geram Kemendag Tak Juga Punya Nyali Bongkar Kartel Minyak Goreng: KPPU Malah Lebih Berani
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengaku geram dengan sikap pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang terkesan tidak punya nyali dalam membongkar mafia dan kartel minyak goreng. Menurut dia, Kemendag justru kalah tegas dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal tersebut.
Sekadar informasi, tim investigasi KPPU telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional. Selanjutnya, KPPU sedang menyasar 8 pelaku usaha besar yang merupakan produsen, diduga melakukan praktik kartel minyak goreng.
"KPPU sudah bilang ada dugaan oleh 8 kartel, masa Kemendag enggak punya data? Kalau ada, tolong dibuka datanya! Enggak usah takut ini demi rakyat! KPPU aja berani bilang ada dugaan 8 kartel minyak goreng, mereka berani ngomong gitu padahal anggarannya cuma Rp90-an miliar. Sedangkan Kemendag anggarannya Rp2,4 triliun," katanya kepada wartawan, Kamis, 31 Maret.
Karena itu, Andre meminta agar Kementerian Perdagangan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) untuk melakukan audit investigasi terkait permasalahan minyak goreng ini.
Apalagi, kata Andre, produksi sawit Indonesia mencapai 49 juta ton per tahun dan penghasil minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia yang seharusnya harga minyak goreng bisa jauh lebih murah.
"Kita ini penghasil CPO terbesar di dunia, 49 juta ton produksinya selama setahun, seharusnya kita bisa mengendalikan untuk kepentingan rakyat kita, bukan kita kalah dengan pasar karena itu saya minta audit investigasi Kemendag dengan BPKP atau BPK RI," tuturnya.
Di samping itu, menurut Andre, dirinya juga mengusulkan Kemendag melakukan audit harga pokok produksi minyak goreng.
Baca juga:
"Supaya kita tahu harga pokok produksinya berapa," imbuhnya.
Andre menilai Kemendag juga harus mengaudit investigasi hilangnya minyak goreng kemasan maupun curah pada saat kebijakan DMO dan DPO dikeluarkan. Namun setelah kebijakan DMO dan DPO dicabut dan pemerintah menerapkan harga minyak goreng kemasan mengikuti mekanisme harga pasar, stok barang minyak goreng kemasan justru langsung banyak beredar di lapangan.
"Jadi yang ketiga, saya minta audit investigasi waktu DMO dan DPO itu kemana barang-barang itu tidak ditemukan di lapangan. Karena setelah ratas (Rapat Terbatas dengan Presiden) diputuskan tanggal 17 Maret 2022, satu sampai dua hari berikutnya stok barang minyak goreng langsung muncul dan mudah ditemukan di lapangan, tapi sebelumnya susah," tuturnya.
"Jadi itu tiga poin yang saya minta audit investigasi oleh kemendag bersama BPKP atau BPK. Supaya ini terurai," ucapnya.