JAKARTA - Nama-nama calon tersangka mafia minyak goreng hingga saat ini tak kunjung diungkap ke publik. Padahal, pada pertengahan Maret, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan akan mengungkap nama-nama mafia tersebut.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menduga bahwa mafia minyak goreng sebenarnya memang tidak ada. Dia menilai apa yang disampaikan Mendag Lutfi hanya sekadar alibi untuk menutupi ketidaksanggupannya menyelesaikan permasalahan minyak goreng yang terjadi di dalam negeri.
"Saya menduga mafia itu enggak ada. Itu hanya alibi bagi menteri untuk menutupi ketidaksanggupannya, ketidakbecusannya di dalam menyelesaikan permasalahan minyak goreng. Jadi menyebut mafia, tapi sebenarnya mafianya itu tidak ada," tuturnya kepada VOI, Jumat, 1 April.
Menurut Trubus, permasalahan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021 adalah ulah permainan oknum-oknum di pemerintahan dengan pengusaha. Artinya, tidak sampai pada adanya mafia minyak goreng.
"Ini kan sebenarnya kongkalikong pengusaha dengan oknum-oknum di pemerintahan sendiri," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan akan mengungkap nama-nama mafia minyak goreng ke publik. Para mafia tersebut diduga melakukan penimbunan minyak goreng dalam jumlah yang sangat besar.
Hal tersebut disampaikan Lutfi dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI terkait Pembahasan Mengenai Harga Komoditas dan Kesiapan Kemendag dalam Stabilisasi Harga dan Pasokan Barang Kebutuhan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran di Kantor DPR RI, Kamis, 17 Maret.
Awalnya, Lutfi mengatakan bahwa sudah memberikan data temuan kepada pihak kepolisian terkait penimbunan minyak goreng yang jumlahnya ribuan ton tersebut.
"Saya sudah kasih semua data. Ini masih praduga tak bersalah, tetapi kita sudah temukan dan ini jumlahnya ribuan ton (penimbunan). Kita sudah laporkan kepada Polri lewat Kabareskrim, sudah mulai ditangkap dan periksa," ujarnya.
Menurut Lutfi, sudah ada tersangka yang akan ditetapkan. Penetapan calon tersangka ini akan diumumkan pada Senin, 21 Maret mendatang oleh aparat kepolisian.
DPR geram dengan sikap Mendag Lutfi
Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengaku geram dengan sikap pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang terkesan tidak punya nyali dalam membongkar mafia dan kartel minyak goreng. Menurut dia, Kemendag justru kalah tegas dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam hal tersebut.
Sekadar informasi, tim investigasi KPPU telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional. Selanjutnya, KPPU sedang menyasar 8 pelaku usaha besar yang merupakan produsen, diduga melakukan praktik kartel minyak goreng.
BACA JUGA:
"KPPU sudah bilang ada dugaan oleh 8 kartel, masa Kemendag enggak punya data? Kalau ada, tolong dibuka datanya! Enggak usah takut ini demi rakyat! KPPU aja berani bilang ada dugaan 8 kartel minyak goreng, mereka berani ngomong gitu padahal anggarannya cuma Rp90-an miliar. Sedangkan Kemendag anggarannya Rp2,4 triliun," katanya kepada wartawan, Kamis, 31 Maret.
Karena itu, Andre meminta agar Kementerian Perdagangan menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan audit investigasi terkait permasalahan minyak goreng ini.
Apalagi, kata Andre, produksi sawit Indonesia mencapai 49 juta ton per tahun dan penghasil minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia yang seharusnya harga minyak goreng bisa jauh lebih murah.
"Kita ini penghasil CPO terbesar di dunia, 49 juta ton produksinya selama setahun, seharusnya kita bisa mengendalikan untuk kepentingan rakyat kita, bukan kita kalah dengan pasar. Karena itu saya minta audit investigasi Kemendag dengan BPKP atau BPK RI," tuturnya.
Di samping itu, menurut Andre, dirinya juga mengusulkan Kemendag melakukan audit harga pokok produksi minyak goreng. "Supaya kita tahu harga pokok produksinya berapa," imbuhnya.
Andre menilai Kemendag juga harus mengaudit investigasi hilangnya minyak goreng kemasan maupun curah pada saat kebijakan DMO dan DPO dikeluarkan. Namun setelah kebijakan DMO dan DPO dicabut dan pemerintah menerapkan harga minyak goreng kemasan mengikuti mekanisme harga pasar, stok barang minyak goreng kemasan justru langsung banyak beredar di lapangan.
"Jadi itu tiga poin yang saya minta audit investigasi oleh kemendag bersama BPKP atau BPK. Supaya ini terurai," ucapnya.