Eks Gubernur Riau Annas Maamun Ajukan Praperadilan, KPK: Sudah Biasalah Itu
JAKARTA - Eks Gubernur Riau Annas Maamun mengajukan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan terkait statusnya sebagai tersangka dugaan suap pengesahan RAPBD 2014-2015 Provinsi Riau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengajuan ini dilakukan pada Kamis, 24 Maret. Dalam gugatannya, Annas mempermasalahkan status hukumnya dalam kasus ini.
Annas menilai KPK menetapkannya sebagai tersangka tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Praperadilan ini terdaftar dengan nomor surat 21/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL.
Menanggapi pengajuan praperadilan itu, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan pengajuan praperadilan itu adalah hal yang biasa terjadi. Pihaknya tentu siap untuk menghadapi gugatan tersebut.
"Masalah praperadilan sudah biasa lah, kita jalan, kemudian ada praperadilan biasa-biasa saja," kata Karyoto dalam tayangan YouTube KPK RI yang dikutip pada Kamis, 31 Maret.
Dia mengatakan praperadilan memang hak seorang tersangka. Sehingga, Karyoto bilang, KPK tak akan bicara lebih lanjut.
"Itu hak yang dimiliki tersangka terhadap penetapan dirinya, karena sejak adanya putusan MK bahwa penetapan tersangka menjadi wilayah praperadilan," tegasnya.
"Ini biasa, konsekuensinya harus kita hadapi, apapun hasilnya nanti kita lihat," imbuh Karyoto.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, KPK menahan Annas Maamun selama 20 hari pertama hingga 18 April di Rutan KPK pada Kavling C1.
Adapun kasus ini bermula saat Annas menjabat sebagai Gubernur Riau pada periode 2014-2019 dan mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 ke Ketua DPRD Provinsi Riau yag dijabat oleh Johar Firdaus.
Hanya saja, dalam usulan itu ternyata ada beberapa item terkait alokasi anggaran yang diubah. Salah satunya, terkait anggaram untuk pembangunan rumah layak huni yang harusnya dikerjakan Dinas PUPR jadi tanggung jawab Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD).
Usulan ini pun tak kunjung menemui kesepakatan di tingkat DPRD Provinsi Riau. Sehingga, Annas menawarkan uang dan fasilitas lain seperti pinjaman kendaraan dinas. Tujuannya, agar usulannya bisa disepakati.
KPK menyebut, uang yang diberikan kepada perwakilan anggota DPRD mencapai Rp900 juta.
Atas perbuatannya, Annas sebagai pemberi suap kemudian disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.