Pemerintah Jepang Usulkan Amandemen UU Valuta Asing, Cegah Rusia Gunakan Aset Uang Kripto

JAKARTA – Jepang akan merevisi undang-undang valuta asingnya untuk mencegah Rusia menghindari sanksi keuangan Barat menyusul invasi Moskow ke Ukraina, melalui aset cryptocurrency.

Menurut Kepala Sekretaris Kabinet, Hirokazu Matsuno, dalam konferensi pers, Pemerintah Jepang, pada Senin 28 Maret akan mengajukan revisi Undang-Undang Valuta Asing dan Perdagangan Luar Negeri ke sesi parlemen saat ini untuk memperkuat perlindungan terhadap potensi penghilangan sanksi oleh Rusia melalui aset digital.

Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, juga menyerukan agar undang-undang tersebut diamandemen dalam sesi parlemen Senin lalu. Ia  juga menekankan perlunya langkah terkoordinasi dengan sekutu Barat setelah menghadiri KTT Kelompok Tujuh (G7), pekan lalu, di Belgia.

Seorang pejabat kementerian keuangan mengatakan kepada Reuters bahwa diskusi sedang berlangsung tentang amandemen yang diusulkan. Namun ia mengatakan tidak dapat memberikan rincian lebih lanjut.

“Revisi yang diusulkan memungkinkan pemerintah untuk menerapkan undang-undang tersebut pada pertukaran aset kripto seperti bank dan mewajibkan mereka untuk meneliti apakah klien mereka adalah target sanksi Rusia," kata Saisuke Sakai, ekonom senior di Mizuho Research and Technologies, seperti dikutip Reuters.

Setelah invasi ke Ukraina, pemerintah Jepang telah menjatuhkan sanksi pembekuan aset pada lebih dari 100 pejabat Rusia, oligarki, bank, dan lembaga lainnya. Jepang juga telah melarang ekspor teknologi tinggi dan mencabut status perdagangan negara yang paling disukai dari Rusia, yang menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus".

Awal bulan ini, badan pengatur keuangan Jepang menuntut sekitar 30 pertukaran mata uang kripto di negara itu untuk tidak melakukan transaksi aset dengan target sanksi, Rusia.

Revisi peraturan perundang-undangan merupakan langkah yang lebih kuat untuk mengimplementasikan peraturan tersebut. Menurut ekonom Sakai, pemerintah Kishida mungkin mengembangkan rencana revisi hukum mengingat aturan ketat otoritas Barat tentang masalah ini, serta dukungan publik Jepang yang tinggi untuk memberikan sanksi kepada Rusia.