Kata Wamen Eddy Hiariej, Hukuman Mati Adalah 'Special Punishment'

JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan hukuman mati merupakan "special punishment" atau hukuman spesial dan bukan hukuman utama.

"Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih menerapkan pidana mati, namun dalam pelaksanaannya, hukuman mati merupakan special punishment," kata Wamen Eddy Hiariej melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin 28 Maret dilansir dari Antara.

Hal itu disampaikan Wamenkum HAN saat menerima kunjungan kehormatan Duta Besar (Dubes) Jerman Ina Lepel.

Kata dia, dalam wacana hak asasi manusia, penerapan hukuman mati di RUU KUHP memang menuai pro dan kontra. Hampir semua negara di kawasan Eropa termasuk Jerman menolak penerapan hukuman mati.

Mengenai masih adanya aturan pidana mati di Indonesia, khususnya dalam RUU KUHP, Wamen Prof Edward Omar memberikan penjelasan kepada Ina Lepel bahwa penerapan pidana mati adalah hukuman spesial dan bisa berubah.

"Artinya, apabila seorang terpidana berkelakuan baik dapat diberikan penurunan hukuman menjadi penjara seumur hidup atau dua puluh tahun penjara," kata dia lagi.

Prof Eddy menjelaskan selama menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan), narapidana diberikan pembinaan. Pembinaan yang diberikan tidak hanya berupa mental spiritual (pembinaan kemandirian), tetapi juga keterampilan.

Sikap narapidana yang berkelakuan baik dapat dijadikan acuan dalam pemberian penurunan hukuman atau pengajuan bebas bersyarat, ujarnya pula.

Dubes Jerman Ina Lepel mengatakan saat ini ada sembilan warga negara Jerman ditempatkan di lapas dan rutan di Indonesia. Dua di antaranya sedang menunggu konfirmasi lanjutan proses pengajuan bebas bersyarat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas).

"Saya berharap pengajuan bebas bersyarat kedua warga Jerman tersebut dapat segera terealisasi," kata dia.