Pengangkatan Pimpinan BUMN di Indonesia Dinilai Belum Independen
JAKARTA - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kurnia Toha mengatakan, ada empat permasalahan atau tantangan krusial yang harus diselesaikan oleh badan usaha milik negara (BUMN) di Indonesia maupun seluruh dunia. Hal ini agar perusahaan pelat merah dapat berkompetisi dengan baik.
Kurnia mengatakan, empat tantangan tersebut merupakan catatan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Pertama, tantangan dalam membentuk dewan pimpinan BUMN yang independen dan berkualitas. Independensi ini dapat terkait dengan model pengangkatan pimpinan BUMN.
Lebih lanjut, dia mengatakan, pengangkatan pimpinan BUMN dapat ditentukan dengan standar minimum yang sama di seluruh BUMN atas personil yang ditunjuk sebagai pimpinan bumn.
"Ini sering kali menjadi berita tentu itu kewenangan hak dari pemegang saham, dalam hal ini pemerintah untuk menentukan siapa saja personilnya. Namun agar BUMN ini menjadi profesional dan mampu bersaing tidak merugi melulu, tentu dibutuhkan direksi yang memang mumpuni di bidangnya, mempunyai intuisi dan semangat bisnis yang unggul," katanya, dalam diskusi virtual, Jumat, 25 September.
Kedua, tantangan yang harus diselesaikan adalah memperjelas peranan dan tanggung jawab negara sebagai pemilik BUMN dan bukan sebagai pengelola BUMN. Jadi harus terpisah antara pemilik dan pengelola BUMN.
"Hal ini dapat diatasi dengan cara memberikan kerangka hukum dan regulasi yang jelas serta koordinasi yang kuat untuk pengawasan," jelasnya.
Ketiga, tantangan menanamkan budaya integritas di BUMN. Budaya BUMN perlu menganut prinsip transparansi, akuntabilitas dan etik yang kuat. Termasuk dalam hal pengawasan internal dan etik yang kuat. Termasuk dalam hal pengawasan internal dan sistem manajemen risiko yang sesuai.
Baca juga:
Terakhir, tantangan dalam mengamankan kepentingan politik dalam reformasi BUMN dalam hal ini berbagai dialog tingkat tinggi di kalangan pemerintah dan politisi sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kesadaran dan komitmen untuk memperkuat tata kelola BUMN.
"Jadi ini adalah pendapat dari OECD jadi ini organisasi negara maju di mana kita juga menjadi anggotanya. Jadi ini bukan permasalahan BUMN di Indonesia tetapi juga BUMN di seluruh dunia.
Saya melihat ini cocok masih dengan kondisi BUMN di kita. Hal-hal ini yang perlu dilakukan perbaikan," tuturnya.
Di sisi lain, Kurnia mengatakan, pada dasarnya monopoli yang dilakukan BUMN tidak dilarang undang-undang. Ia menegaskan, yang dilarang dari monopoli adalah praktik monopoli atau monopolizing-nya.
"Yang menjadi tantangan adalah bagaimana monopoli yang dipunyai ini tidak disalahgunakan. Jadi UU Nomor 5 Tahun 1999 tidak melarang adanya monopoli. Sekarang ini katakanlah walaupun BUMN mendapatkan kelebihan-kelebihan, namun mau tidak mau BUMN harus dikelola secara profesional," katanya.
Kurnia menilai, profesionalisme BUMN sangat diperlukan. Hal ini agar, perusahaan pelat merah mampu bersaing bukan hanya dengan pelaku usaha dalam negeri saja, tetapi juga dengan pelaku usaha dari luar negeri.