Pengamat Menilai Pintarnya Propaganda di DKI Bikin Anies Sudah Pantas Jadi Tokoh Politik Skala Nasional

JAKARTA - Pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai Anies Baswedan saat ini sudah tidak lagi dipersepsikan sebagai tokoh politik daerah, melainkan sudah menjadi tokoh politik skala nasional.

"Anies itu sudah tidak lagi dipandang sebagai tokoh yang hanya dipersepsikan sebagai tokoh DKI Jakarta, tapi justru Anies sudah masuk dalam kategori tokoh nasional, meskipun wewenang dan panggung politiknya ada di DKI Jakarta," kata Dedi dalam diskusi virtual, Kamis, 24 Maret.

Meski masih menjabat sebagai kepala daerah, Anies bisa dianggap sebagai tokoh politik nasional karena pintar melakukan propaganda selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Dalam artian, Anies berhasil mengembangkan narasi yang bertujuan untuk menaikkan citranya kepada publik, lewat pernyataan-pernyataan mengenai kondisi serta permasalahan yang berkaitan dengan kinerjanya di Jakarta.

Respons publik yang cukup baik terhadap Anies ini, kata Dedi, bisa dilihat dari hasil survei IPO beberapa waktu lalu. Di mana, Anies menjadi kepala daerah mana yang paling dianggap berkinerja responsif atau bergerak cepat ketika ada hal yang krusial.

Sebanyak 30,5 persen responden menyatakan Anies responsif dalam menangani persoalan publik. Di bawahnya, 15,3 persen responden memilih Ganjar Pranowo.

"Respons publik terhadap apa yang ada di Jakarta termasuk respons berhasilnya dalam melakukan propaganda. Mungkin belum tentu itu menjadi prestasi kepala daerah, tetapi sudah pasti itu sebagai prestasi propaganda DKI Jakarta yang berhasil dipersepsikan publik sebagai gubernur yang responsif dalam menangani beberapa hal krusial," ungkap Dedi.

Dedi mencontohkan salah satu kinerja Anies di DKI, yakni penanganan banjir. Menurut Dedi, belum tentu Anies berhasil menanggulangi masalah klasik di Jakarta ini. Namun, dengan propaganda yang dilakukan, Anies bisa dianggap berhasil dalam perspektif politik.

"Dalam konsep politik, harus ada korelasi antara kinerja dengan propaganda. Artinya, mengenai prestasi pembangunan, catatan kinerja, itu justru tidak lebih utama dibandingkan dengan bagaimana mengemas kalimat yang baik untuk kemudian disampaikan kepada publik," imbuhnya.