Litbang Kompas Catat 48,2 Persen Publik Tak Puas dengan Kinerjanya, KPK: Ini Bukan Hanya Soal OTT
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi hasil survei yang dikeluarkan oleh Litbang Kompas yang menyatakan 48,2 persen warga/responden tak percaya dengan kinerja lembaganya.
Hanya saja, lembaga ini menegaskan pemberantasan korupsi bukan hanya soal berapa banyak pelaku yang ditangkap lewat operasi tangkap tangan (OTT) maupun penindakan lain.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan upaya memberantas praktik rasuah harusnya juga melihat upaya pencegahan yang selama ini sudah dilakukan.
"KPK juga penting memberikan tambahan pemahaman masyarakat bahwa capaian kinerja pemberantasan korupsi tidak hanya soal seberapa banyak pelaku korupsi yang tertangkap tangan oleh KPK," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin, 21 Maret.
Hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 22-24 Februari yang diikuti 506 responden menyatakan 48,2 persen tak puas dengan kinerja KPK.
Sebanyak 34,3 persen responden menyebut ketidakpuasaan ini muncul karena kinerja Dewan Pengawas KPK tak optimal; 26,7 persen karena turunnya jumlah OTT; 18,7 persen menyebut banyak kontroversi; dan 11,1 persen tak puas karena citra pimpinan.
Baca juga:
Ali mengatakan, penilaian dari survei memang diperlukan untuk melakukan perbaikan. "Terlebih, publik adalah stakeholder utama penerima manfaat atas hasil kerja KPK," tegasnya.
"Namun, keberhasilan pemberantasan korupsi juga penting diukur dari seberapa mampu kita menutup titik rawan korupsi dan seberapa bisa kita menyadarkan masyarakat agar tidak melakukan korupsi," imbuh Ali.
Dia juga menegaskan lembaganya kini tak hanya fokus pada penindakan atau pencegahan tapi juga pendidikan. Bahkan, KPK secara konsisten mengukur capaian pemberantasan korupsi, salah satunya melalui Survei Penilaian Integritas (SPI).
Dari hasil SPI ini, sambung Ali, banyak instrumen rekomendasi perbaikan yang dihasilkan. Sehingga, survei ini bisa berdampak sistemik bagi upaya pencegahan korupsi secara implementatif yang bisa diterapkan oleh setiap kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta instansi lainnya yang diukur.
"Kita patut optimis atas kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia," pungkasnya.