Serahkan Harga Minyak Goreng pada Mekanisme Pasar, Anggota Komisi VI: Pemerintah Lemah

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak menilai keputusan pemerintah menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar, bukan hanya menunjukkan kegagalan mengendalikan harga dan pasokan, namun itu juga menunjukkan pemerintah lemah dihadapan kartel pangan.

Seperti diketahui, pemerintah mencabut aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng untuk curah, kemasan sederhana dan premium. Sebagai gantinya, pemerintah menyerahkan harga pada mekanisme pasar. Untuk minyak goreng curah, pemerintah memberikan subsidi sehingga harganya ditingkat konsumen menjadi Rp14.000.

"Pemerintah tidak mampu menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri dan kemudian menyerah pada kemauan kartel pangan setelah drama minyak goreng yang merugikan rakyat selama enam bulan terakhir," kata Amin, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Kamis, 17 Maret.

Lebih lanjut, Amin menilai tidak ada jaminan tidak terjadi kelangkaan minyak goreng curah di pasar tradisional berkaca pada pengalaman terkait ketidakmampuan pemerintah mengontrol harga dan pasokan selama ini.

"Wibawa pemerintah jatuh, dan ini bisa menjadi preseden buruk bahwa kartel bisa dengan mudah mendikte pasar pangan," ujarnya.

Ada kekuatan politik ekonomi

Amin menduga ada kekuatan politik ekonomi yang tidak mampu dikendalikan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi. Dalam dua bulan terakhir, Menteri Perdagangan mengeluarkan 7 aturan terkait CPO dan minyak goreng ini. Namun tidak satupun yang bisa dijalankan dengan baik.

"Saat pengumuman kebijakan terbaru, Selasa kemarin, saya menangkap gestur Menteri Perdagangan menunjukkan jika persoalan ini sudah di atas kemampuannya untuk menyelesaikannya," ucapnya.

Menurut Amin, seharunya sejak awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyelesaikan persoalan minyak goreng. Ia menduga sistem tata niaga pangan saat ini nyaris tidak bisa dikontrol lembaga setingkat kementerian karena kekuatan besar yang mengendalikannya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Amin pun mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) tata niaga pangan, sehingga persoalannya bisa diketahui secara jelas. Sekaligus untuk mengonfirmasi dugaan adanya penyelundupan minyak sawit mentah (CPO) hasil domestic market obligation (DMO) dan/atau minyak goreng ke luar negeri.

"Diperlukan investigasi yang menyeluruh agar pokok pangkal permasalahannya diketahui dan bisa diuraikan. Ini sekaligus membantu pemerintah membenahi tata niaga pangan termasuk minyak goreng," ujarnya.