PKS: Logo Halal Baru Sulit Dikenali, Warna Ungu Tidak Relevan dengan Keislaman

JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama telah merilis label halal baru yang secara bertahap akan menggantikan label halal MUI di kemasan sebuah produk.

Namun, label halal baru itu justru menimbulkan penilaian berbeda di tengah masyarakat. Mulai terlalu memaksakan Jawa sentris karena berbentuk seperti gunungan wayang hingga dinilai sulit dikenali konsumen.

Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf mengungkapkan, ada beberapa kelemahan pada label halal baru yang dikeluarkan Kemenag. Bahkan, kata dia, berisiko merugikan konsumen umat Islam. 

Bukhori menjelaskan, tingkat keterbacaan (readibility) kaligrafi 'halal' dalam label baru kurang memadai, sehingga sulit dikenali oleh konsumen produk halal.

Padahal, menurutnya, dalam setiap label halal, elemen yang paling signifikan untuk diperhatikan agar membuat konsumen mudah dan cepat mengidentifikasi produk adalah elemen kata halal.

"Kendati otoritas penerbit sertifikat halal di setiap negara di dunia memiliki karakteristiknya masing-masing, khususnya pada bagian label, namun ada ciri khas yang sama antara satu dengan yang lainnya, yakni penekanan pada unsur islami yang tercermin dari penggunaan kaligrafi halal," ujar Bukhori Yusuf, Senin, 14 Maret. 

Politikus PKS ini mengatakan, mayoritas label halal di dunia menggunakan kaligrafi atau khat Kufi dan Nasakh sebagai ciri khasnya. Sedangkan, secara bentuk ornamen, hampir 80 persen label halal di dunia berbentuk melingkar yang secara filosofis bermakna siklus hidup manusia.

Dengan ciri khas tersebut, kata Bukhori, ada semacam kesatuan tema dari label halal di seluruh dunia supaya produk halal mudah dikenali oleh umat Islam di seluruh dunia. Khususnya bagi mereka yang kerap melakukan mobilitas lintas negara. 

"Esensi dari label adalah menyederhanakan. Idealnya, maksimal dalam dua detik konsumen sudah dapat mengidentifikasi produk tersebut," katanya.

Selain itu, lanjut Bukhori, pemilihan warna ungu pada label halal yang baru tidak mencerminkan citra keislaman dan malah memberikan efek psikologis yang buruk bagi konsumen.

"Pemilihan warna ungu tidak relevan unsur keislaman. Pasalnya, mayoritas label halal di berbagai negara di dunia menggunakan unsur hijau sebagai salah satu paduan warnanya. Sebab, warna hijau identik dengan identitas Islam dan muslim," terangnya. 

Sebagai contoh, tambah Bukhori, adalah warna bendera sejumlah negara muslim seperti Arab Saudi, Palestina, dan Pakistan. Di mana warna hijau menjadi salah satu unsur paduan warnanya. 

"Hal itu bisa dipahami mengingat, secara historis, penggunaan warna hijau tidak lepas dari anggapan bahwa warna tersebut adalah warna yang paling disukai Nabi Muhammad SAW," tambah Bukhori.