Ingin Bangkitkan Ekonomi, Thailand Perbolehkan Turis Tinggal Selama 90 Hari
JAKARTA - Thailand akan membuka negaranya untuk turis yang mencari tempat untuk tinggal. Melansir Bangkok Post pada Sabtu, 19 September, rencananya negara Thailand akan menawarkan visa turis yang memperbolehkan orang luar untuk tinggal selama 90 hari yang disebut skema visa spesial.
Namun, setelah sampai di Thailand, turis harus menjalani karantina selama 14 hari terhitung dari waktu mereka sampai.
Nantinya Pemerintah Thailand memberikan visa spesial bagi turis yang menjalani karantina selama 14 hari dan menuruti protokol kesehatan. Aturan ini berlaku untuk siapapun yang hendak mengunjungi Thailand sekalipun mereka hendak menjalani pelayanan kesehatan.
Selain itu, turis harus menyertakan bukti rencana mereka selama berada di Thailand dan detail akomodasi, seperti bukti kepemilikan atau menyewa sebuah tempat. Mereka akan diberikan sertifikat COVID-19 dan asuransi kesehatan.
Baca juga:
Pemerintah Thailand akan memberikan pilihan untuk karantina di beberapa hotel mewah salah satunya Anantara Siam Bangkok Hotel. Setelah itu, turis bisa mulai berpindah-pindah tempat.
Belum diketahui apakah pemerintah mengharuskan turis untuk melewati tes COVID-19 atau tes kesehatan lainnya.
Setelah diizinkan, pengunjung diperbolehkan memperbarui visa mereka dua kali sehingga memungkinkan mereka untuk tinggal selama 270 hari atau sembilan bulan. Untuk memperbaruinya, mereka bisa mendatangi otoritas pariwisata Thailand.
Aturan ini sedang didiskusikan sejak Thailand tidak memiliki kasus COVID-19 baru sejak 17 September dan direncanakan efektif hingga November 2021.
Hal ini dilakukan agar ekonomi dan pariwisata Thailand dapat kembali stabil. Perdana Menteri Prayut Chan-o-chan mengungkapkan aturan ini menargetkan mereka yang hendak ke Thailand atau menggunakan fasilitas kesehatan Thailand yang terbaik.
"Saya ingin memanggil seluruh masyarakat Thailand untuk mendukung proyek ini karena hal ini bisa berkontribusi pada ekonomi negara," katanya.
Sejauh ini, Thailand melaporkan 3.500 kasus COVID-19 dengan 58 kematian. Angka ini menjadikan mereka sebagai salah satu negara dengan statistik COVID-19 paling rendah dibandingkan negara di Asia lainnya.
Kebijakan tersebut diperkirakan akan dirilis pada bulan depan.