Rumah Sakit Anak-anak di Ukraina Terkena Serangan Rusia Meski Ada Gencatan Senjata, Gedung Putih: Mengerikan

JAKARTA - Amerika Serikat mengutuk pemboman sebuah rumah sakit anak-anak di Ukraina pada Hari Rabu, di mana para pejabat mengatakan serangan udara Rusia mengubur pasien di bawah puing-puing meskipun ada perjanjian gencatan senjata untuk mengizinkan orang keluar dari kota Mariupol yang terkepung.

Serangan yang menurut pihak berwenang melukai wanita dalam persalinan dan meninggalkan anak-anak di reruntuhan, adalah insiden suram terbaru dari invasi 14 hari, merupakan yang serangan terbesar di negara Eropa sejak 1945.

Kehancuran itu terjadi meskipun Rusia berjanji untuk menghentikan penembakan, sehingga setidaknya beberapa warga sipil yang terperangkap dapat melarikan diri dari kota itu, tempat ratusan ribu orang berlindung tanpa air atau listrik selama lebih dari seminggu.

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengunggah rekaman video dari apa yang dikatakan sebagai rumah sakit yang menunjukkan lubang di mana jendela seharusnya berada di gedung tiga lantai. Tumpukan besar puing-puing yang membara berserakan di tempat kejadian.

"Mengerikan melihat jenis penggunaan kekuatan militer yang biadab untuk mengejar warga sipil tak berdosa di negara berdaulat," ujar sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki.

Sementara itu, Badan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan misi pemantauannya sedang memverifikasi jumlah korban.

"Insiden itu menambah keprihatinan mendalam kami tentang penggunaan senjata secara sembarangan di daerah berpenduduk dan warga sipil yang terperangkap dalam permusuhan aktif di berbagai daerah," jelas juru bicara Liz Throssell.

Gubernur wilayah Donetsk mengatakan 17 orang terluka dalam insiden itu. Sementara, dewan kota mengatakan rumah sakit itu beberapa kali terkena serangan udara, menyebabkan kehancuran 'kolosal'.

Ukraina menuduh Rusia melanggar gencatan senjata di sekitar pelabuhan selatan.

Pemboman Mariupol oleh Rusia. (Wikimedia Commons/mvs.gov.ua/Міністерство внутрішніх справ України)

"Penembakan membabi buta terus berlanjut," tulis Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba di Twitter.

Lebih jauh, Ukraina mengatakan 67 anak telah tewas di seluruh negeri sejak invasi dan setidaknya 1.170 warga sipil tewas di Mariupol. Itu tidak mungkin untuk memverifikasi angka-angka.

Perusahaan citra satelit Maxar mengatakan gambar dari hari sebelumnya menunjukkan kerusakan parah pada rumah, gedung apartemen, toko kelontong dan pusat perbelanjaan di Mariupol.

Untuk diketahui, Korban kemanusiaan, termasuk lebih dari 2 juta pengungsi dari Ukraina, dan kerusakan properti terus bertambah pada Rabu sejak invasi dimulai pada 24 Februari.

Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan rumah-rumah telah menjadi puing-puing di seluruh Ukraina. "Ratusan ribu orang tidak memiliki makanan, air, pemanas, listrik, dan perawatan medis."

Ribuan pengungsi terus membanjiri negara tetangga. Setelah bersembunyi di ruang bawah tanah untuk berlindung dari pemboman Rusia, Irina Mihalenka meninggalkan rumahnya di timur laut pelabuhan Laut Hitam Odessa, katanya kepada Reuters di Isaccea, Rumania.

"Saat kami berjalan, jembatan diledakkan. Dan ketika kami menyeberangi reruntuhan, karena tidak ada jalan keluar lain, ada mayat orang Rusia (tentara) tergeletak di sana," katanya.

Pejabat setempat mengatakan beberapa warga sipil telah meninggalkan beberapa kota Ukraina melalui koridor yang aman, termasuk dari Sumy di timur dan Enerhodar di selatan. Tetapi, pasukan Rusia mencegah bus mengevakuasi warga sipil dari Bucha, sebuah kota di luar ibu kota Kyiv.

Terpisah, Kementerian Pertahanan Rusia menyalahkan Ukraina atas kegagalan evakuasi. Adapun Seorang pejabat senior pertahanan AS mengatakan ada indikasi militer Rusia menggunakan bom yang tidak dipandu dengan presisi.

"Pasukan Rusia tidak menembaki sasaran sipil," ujar Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov yang dimintai komentarnya oleh Reuters seperti dikutip 10 Maret. Rusia menyebut serangannya sebagai "operasi khusus" untuk melucuti senjata tetangganya dan mengusir para pemimpin yang disebutnya neo-Nazi.