Bantu Ukraina Hadapi Invasi Rusia, Jepang Kirim Rompi Anti-peluru dan Helm Militer
Pengiriman bantuan rompi anti-peluru Jepang untuk Ukraina. (Sumber: Twitter Kementerian Pertahanan Jepang/@ModJapan_en)

Bagikan:

JAKARTA - Jepang pada Hari Selasa mengirim rompi anti peluru dan helm dari Pasukan Bela Diri (SDF) ke Ukraina, pengiriman peralatan yang jarang terjadi ke suatu negara yang tengah mengalami serangan bersenjata.

Pengiriman pasokan SDF mencerminkan peningkatan komitmen Jepang untuk membantu Ukraina di tengah agresi Rusia, terjadi setelah pemerintah merevisi pedomannya tentang transfer peralatan pertahanan untuk memungkinkan pengiriman.

Sebuah pesawat pengisian bahan bakar dan transportasi udara KC-767 yang membawa pasokan meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara Bela Diri Komaki, pada Selasa tengah malam menuju Polandia.

Barang-barang tidak mematikan lainnya, termasuk tenda, pakaian musim dingin, makanan darurat, produk kebersihan, kamera, dan generator listrik, akan dikirimkan segera setelah siap, menurut Kementerian Pertahanan.

"Kami akan mengirimkan barang dengan pesawat SDF dan melalui sarana lain sesegera mungkin," kata Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno pada konferensi pers, dikutip dari Kyodo News 9 Maret.

Jepang tidak berencana untuk menyediakan senjata mematikan, sebut Matsuno, menarik garis yang jelas dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang bergerak untuk membantu Ukraina meningkatkan pertahanannya.

bantuan jepang untuk ukraina
Pengiriman bantuan rompi anti-peluru Jepang untuk Ukraina. (Sumber: Twitter Kementerian Pertahanan Jepang/@ModJapan_en)

Juru bicara utama pemerintah mengatakan, itu 'sangat penting' bagi Jepang dan keamanan nasionalnya, untuk memperluas dukungan ke Ukraina sekaligus menanggapi dengan tegas bersama negara-negara lain terhadap agresi Rusia.

Lebih jauh Matsuno mengatakan, serangan gencar Rusia melanggar hukum internasional dan telah 'mengguncang tatanan internasional sampai ke intinya.'

Jepang mengecam keras invasi Rusia, dengan mengatakan telah merusak kedaulatan Ukraina dan integritas teritorial, karena serangan itu telah memasuki minggu kedua meskipun ada kecaman dan sanksi internasional. Selain mengirimkan pasokan pertahanan, pemerintah telah berjanji untuk menerima orang-orang yang melarikan diri dari Ukraina.

Dalam batasan Konstitusi pasifis, Jepang memiliki tiga prinsip menyeluruh yang menentukan kapan transfer ke luar negeri dari peralatan pertahanannya harus dilarang dan diizinkan. Negara penerima wajib memastikan kontrol yang tepat atas peralatan yang dikirim oleh Jepang.

Terpisah, Menteri Pertahanan Nobuo Kishi mengatakan pengiriman barang tersebut untuk menunjukkan solidaritas dengan rakyat Ukraina yang terus melawan invasi Rusia, menyebut Jepang akan memberikan dukungan sebanyak mungkin.

"Ketentuan itu adalah bagian dari upaya untuk membawa perdamaian dan keamanan ke dunia dan memenuhi tujuan dari tiga prinsip," tegas Kishi kepada wartawan.

Pedoman tersebut menyatakan bagaimana prinsip-prinsip tersebut harus diterapkan dalam praktik, dan versi terbaru, disetujui Selasa, mengatakan peralatan yang ditugaskan oleh menteri pertahanan berdasarkan undang-undang SDF dapat diberikan kepada "Ukraina, yang telah diserang dengan melanggar hukum internasional."

pengiriman bantuan jepang
Pengiriman bantuan rompi anti-peluru Jepang untuk Ukraina. (Sumber: Twitter Kementerian Pertahanan Jepang/@ModJapan_en)

Beberapa anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal yang berkuasa menginginkan revisi pedoman, untuk membuka kemungkinan pengiriman peralatan pertahanan di masa depan ke negara dan wilayah lain, mengingat meningkatnya ketegangan antara Taiwan dan China.

Krisis Ukraina telah bergema di luar Eropa, mendorong Jepang untuk mengatakan setiap perubahan sepihak terhadap status quo dengan paksa tidak boleh diizinkan di Asia Timur. Beijing menganggap Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai provinsi pemberontak yang harus dipersatukan kembali dengan daratan dengan kekerasan jika perlu.

Untuk diketahui, mantan Perdana Menteri Shinzo Abe meninjau embargo Jepang pada ekspor senjata pada tahun 2014 dan mengadopsi prinsip-prinsip saat ini pada transfer peralatan pertahanan. Pengiriman pasokan pertahanan ke negara 'pihak yang berkonflik' dilarang berdasarkan aturan.

Pemerintah Jepang berpandangan bahwa istilah tersebut, yang berarti "sebuah negara di mana Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional jika terjadi serangan bersenjata," tidak berlaku untuk Ukraina.