Umumkan Pelarangan Impor Minyak Rusia, Presiden Biden Peringatkan Kenaikan Harga Bensin Bakal Berlanjut
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan larangan impor minyak Rusia dan energi lainnya pada Hari Selasa sebagai pembalasan atas invasi ke Ukraina, menggarisbawahi dukungan bipartisan yang kuat untuk langkah yang ia akui akan menaikkan harga energi AS.
"Kami melarang semua impor energi minyak dan gas Rusia," kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih, melansir Reuters 9 Maret.
"Itu berarti minyak Rusia tidak akan lagi diterima di pelabuhan AS dan rakyat Amerika akan memberikan pukulan kuat lainnya ke mesin perang (Presiden Rusia Vladimir) Putin," sambuny Presiden Biden.
Harga minyak melonjak karena berita tersebut, dengan minyak mentah Benchmark Brent LCOc1 untuk Mei naik 5,4 persen menjadi 129,91 dolar AS per barel pada pukul 13:45 GMT.
Presiden Biden telah bekerja dengan sekutu di Eropa, yang jauh lebih bergantung pada minyak Rusia, untuk mengisolasi ekonomi Rusia yang padat energi dan Putin. Inggris mengumumkan sesaat sebelum pernyataan Presiden Biden. mereka akan menghentikan impor minyak dan produk minyak Rusia pada akhir tahun 2022.
Lebih jauh, Presiden Biden mengatakan sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya telah menyebabkan ekonomi Rusia 'kawah'. Dia mengatakan, langkah terbaru telah dilakukan melalui konsultasi erat dengan sekutu dan mitra di seluruh dunia.
Amerika Serikat mengimpor rata-rata lebih dari 20,4 juta barel minyak mentah dan produk olahan per bulan dari Rusia pada tahun 2021, sekitar 8 persen dari impor bahan bakar cair AS, menurut Administrasi Informasi Energi.
Larangan tersebut diperkirakan akan mengirimkan harga bensin yang sudah tinggi mengalami kenaikkan dan inflasi melonjak. Amerika Serikat juga mengimpor sejumlah kecil batu bara dari Rusia.
Presiden Biden memperkirakan harga akan naik lebih jauh sebagai akibat dari "perang Putin," tetapi berjanji untuk melakukan semua yang dia bisa untuk meminimalkan dampak pada rakyat Amerika. Dia juga memperingatkan perusahaan-perusahaan gas AS agar tidak mengeksploitasi situasi untuk terlibat dalam pencatutan atau penipuan harga.
Sementara itum Senator AS Chris Coons mengatakan pemerintah berkoordinasi dengan sekutu Eropa "dan memastikan bahwa kami telah melakukan pekerjaan dasar untuk memahami bagaimana menerapkan larangan energi Rusia secara efektif."
"Kita akan melihat kenaikan harga gas di sini, di Amerika Serikat. Di Eropa, mereka akan melihat kenaikan harga yang dramatis. Itu adalah biaya untuk membela kebebasan dan berdiri di samping rakyat Ukraina, tetapi itu akan merugikan kita," ujar Coons kepada CNN.
Gedung Putih telah berkoordinasi dengan para pemimpin kongres AS yang mengerjakan undang-undang bipartisan jalur cepat untuk melarang impor Rusia, tetapi larangan impor Rusia akan membuat RUU semacam itu diperdebatkan.
Anggota parlemen Republik turun ke media sosial untuk menyambut keputusan itu, sambil mengkritik kebijakan energi hijau Presiden Biden, menyerukan pemerintah untuk mendukung lebih banyak produksi minyak dan gas di dalam negeri.
Baca juga:
- Lagi, Jenderal Rusia Tewas di Ukraina, Kali Ini Veteran Perang Chechnya dan Suriah Mayjen Vitaly Gerasimov
- Putaran Ketiga Pembicaraan Damai Rusia-Ukraina Berakhir: Terganjal Krimea dan Republik Donbass, Sepakat Putaran Keempat
- Pastikan Keamanan dan Logistik WNI yang Terjebak Perang di Chernihiv, Kemlu Koordinasi dengan Rusia dan Ukraina untuk Evakuasi
- Serangan Rusia Tewaskan 13 Warga Sipil di Pabrik Roti, Presiden Ukraina: Mereka Membom Kehidupan
Adapun anggota DPR AS Susan Wild mengatakan, orang Amerika perlu menyadari pengorbanan yang lebih besar yang dibutuhkan.
"Jelas tidak ada yang mau membayar lebih untuk gas," kata Wild, politisi Demokrat di Komite Urusan Luar Negeri DPR AS di MSNBC.
Untuk diketahui, saat mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan impor minyak dan produk minyak Rusia pada akhir tahun 2022, Inggris mengatakan akan memberi pasar dan bisnis lebih dari cukup waktu untuk menemukan alternatif impor, yang merupakan 8 persen dari permintaan.
"Pemerintah juga akan bekerja dengan perusahaan melalui Satuan Tugas Minyak baru untuk mendukung mereka memanfaatkan periode ini dalam menemukan pasokan alternatif," ujar Menteri Bisnis dan Energi Inggris Kwasi Kwarteng.