Bom Bunuh Diri Guncang Masjid Syiah saat Salat Jumat di Pakistan, Sedikitnya 30 Orang Tewas

JAKARTA - Sebuah bom bunuh diri di sebuah masjid Syiah saat Salat Jumat di kota Peshawar, Pakistan barat laut telah menewaskan sedikitnya 30 orang, kata polisi dan pejabat rumah sakit.

Korban tewas diperkirakan akan meningkat secara substansial karena banyak dari yang terluka berada dalam kondisi kritis, kata polisi dan pejabat rumah sakit.

Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, salah satu yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir terhadap minoritas Syiah Pakistan yang telah lama menjadi sasaran militan Islam Sunni, termasuk Negara Islam dan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), juga dikenal sebagai Taliban Pakistan.

"Kami dalam keadaan darurat dan yang terluka sedang dipindahkan ke rumah sakit," kata petugas polisi Mohammad Sajjad Khan kepada Reuters, seperti dikutip 4 Maret.

Dalam beberapa tahun terakhir, militer Pakistan telah mengekang serangan hampir setiap hari dengan menekan kelompok-kelompok militan.

Mohammad Aasim, juru bicara Rumah Sakit Lady Reading tempat para korban dibawa, mengatakan kepada Reuters, mereka telah menerima lebih dari 30 mayat.

Sementara itu, pejabat senior polisi Ijaz Khan membenarkan bahwa sedikitnya 30 orang tewas, dengan peristiwa itu dinilai sebagai aksi bom bunuh diri.

Dia mengatakan kepada Reuters, dua pria bersenjata tiba di dekat masjid dengan sepeda motor dan dihentikan untuk pencarian oleh polisi yang bertugas di luar.

"Mereka menembaki polisi dan memasuki masjid," tuturnya.

Polisi masih menentukan apakah keduanya melakukan serangan bunuh diri di dalam masjid. Terpisah, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengutuk pemboman itu, menurut kantornya.

Untuk diketahui, serangan itu terjadi saat tim kriket Australia melakukan tur ke Pakistan untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, tinggal di Islamabad, 140 kilometer (87 mil) dari Peshawar.

Selain itu, Pakistan baru-baru ini mulai menjadi tuan rumah bagi tim internasional lagi, setelah masalah keamanan memaksa mereka untuk memindahkan banyak tuan rumah internasional terkenal mereka ke Uni Emirat Arab (UEA).