Imbas Perang Rusia-Ukraina: Pemerintah Indonesia Harus Antisipasi Kenaikan Harga Minyak Dunia
JAKARTA - Pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi meminta pemerintah untuk mengantisipasi dan membuat proyeksi harga minyak yang menjadi dasar dalam mengambil keputusan terkait harga BBM di dalam negeri.
"Sebagai negara net importer, Indonesia tidak diuntungkan sama sekali atas kenaikan harga minyak tersebut. Bahkan, membumbungnya harga minyak justru merugikan dan memperberat beban APBN," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Sabtu seperti dikutip Antara.
Serangan militer Rusia kepada Ukraina sempat mengerek harga minyak dunia menembus angka 105 dolar AS per barel yang tentu saja dapat berdampak terhadap harga minyak di Indonesia.
Apabila harga BBM tidak dinaikkan dan tetap dijual di bawah harga keekonomian, jelas Fahmy, maka Pertamina berpotensi menanggung beban kerugian yang akan berdampak terhadap kinerja keuangan perseroan.
Menurut dia, beban kerugian Pertamina tersebut diganti oleh pemerintah dalam bentuk dana kompensasi, sehingga kenaikan harga minyak dunia tidak begitu berdampak terhadap Pertamina, tetapi akan memperberat beban APBN.
Baca juga:
- Perang Rusia-Ukraina Bikin Penjual Mobil Volkswagen, Renault, dll 'Menganggur'
- Harga Minyak Mentah Tembus 100 Dolar AS/Barel, Pertamina Bawa Kabar Baik: Suplai BBM dan LPG Aman
- Rusia-Ukraina Perang, Anggota Komisi VII dari PKS Minta Pemerintah Antisipasi Lonjakan Harga Migas
- Konflik Rusia dan Ukraina, ESDM: Tren Harga Minyak Akan Terus Meningkat
"Pemerintah harus memutuskan kebijakan terhadap harga BBM untuk mengurangi beban APBN," kata Fahmy.
Ia menyampaikan ada tiga kebijakan yang mesti diputuskan pemerintah, yakni menaikkan harga Pertamax sesuai harga pasar, menghapus premium yang tinggi subsidi, dan tidak menaikkan harga Pertalite dengan mengalihkan subsidi Premium.
Kenaikan harga Pertalite akan punya dampak domino karena jumlah konsumen BBM jenis ini terbesar dengan proporsi mencapai 63 persen yang dapat menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli rakyat.
"Selain itu, pemerintah perlu membuat penyesuaian ICP secara proporsional yang disesuaikan dengan perkembangan harga minyak dunia," pungkas Fahmy.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Pertamina menyatakan akan konsisten mempertahankan kinerja operasional hulu sampai hilir guna meningkatkan ketahanan energi dan menjaga stabilitas suplai untuk kebutuhan konsumsi nasional di tengah peningkatan harga minyak mentah dunia.
Perseroan memiliki sumber pasokan minyak mentah, produk BBM, dan elpiji bervariasi dari dalam negeri maupun dari banyak negara lainnya, sehingga memiliki fleksibilitas suplai.
Adapun Kementerian ESDM berkomitmen akan terus memonitor pergerakan harga minyak dunia akibat dampak dari ketegangan geopolitik Rusia dengan Ukraina mengingat sebagian minyak mentah dan bahan bakar minyak Indonesia masih impor.
Selama enam bulan terakhir, harga minyak Indonesia atau ICP menunjukkan tren kenaikan dimulai pada Agustus 2021 sebesar 67,8 dolar AS per barel dan terus meningkat setiap bulannya hingga Januari 2022 yang menyentuh harga 85,9 dolar AS per barel.