Rusia-Ukraina Perang, Anggota Komisi VII dari PKS Minta Pemerintah Antisipasi Lonjakan Harga Migas
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Konflik antara Rusia dan Ukraina kian memanas. Bahkan, Rusia sudah mendeklarasikan untuk perang dengan Ukraina. Imbasnya, harga-harga komoditas energi internasional seperti minyak dan gas melonjak. Karena itu, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, minta Pemerintah mengantisipasi masalah ini.

Mulyanto juga mengingatkan pemerintah untuk tidak mengorbankan rakyat dengan cara menaikkan harga energi di pasar domestik.

"Pemerintah (harus) cepat mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut dan tidak mengambil solusi gampangnya saja dengan mengorbankan rakyat melalui cara menaikkan harga BBM, gas LPG, dan listrik domestik," tuturnya, di Jakarta, Jumat, 25 Februari.

Menurut Mulyanto, pemerintah harus memberi perhatian khusus dan bekerja ekstra keras untuk mencari jalan keluar mengatasi persoalan lonjakan harga komoditas energi dunia ini. Tujuannya agar masalah ini tidak merembet dan berpengaruh negatif bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.

Apalagi, kata Mulyanto, Indonesia saat ini sudah termasuk dalam kelompok negara net importir migas, terutama BBM dan gas LPG. Kenaikan harga migas dunia secara langsung akan berpengaruh negatif bagi perekonomian nasional.

"Pemerintah jangan sekadar latah dengan menaikkan harga BBM, gas LPG, dan listrik domestik. Kalau langkah ini yang diambil, maka diduga dapat memicu inflasi. Yang menderita adalah masyarakat luas," ucapnya.

Mulyanto menjelaskan bahwa baru-baru ini harga LPG dan BBM non-subsidi sudah naik. Termasuk juga komoditas minyak goreng, kedelai dan daging sapi. Sementara pandemi COVID-19 masih belum beranjak turun dan daya beli masyarakat belum pulih benar.

"Jadi pemerintah diminta untuk tidak menambah beban masyarakat yang sudah berat ini," tuturnya.

Kurangi ketergantungan impor

Menurut Mulyanto, pemerintah juga harus melakukan berbagai upaya untuk mempercepat pengurangan ketergantungan pada BBM dan gas LPG internasional.

"Yang sudah sangat mendesak adalah konversi pembangkit listrik tenaga diesel dengan gas atau EBT, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur. Selain itu adalah konversi gas LPG untuk keperluan rumah tangga dan industri dengan gas alam," jelasnya

Untuk jangka pendek, Mulyanto mengusulkan agar pemerintah menghidupkan kembali gerakan penghematan migas nasional. Ini penting, apalagi di tengah pandemi yang ada.

"Untuk jangka panjang, program mobil listrik, pembangunan kilang minyak dan peningkatan lifting migas menjadi sangat strategis. Sayangnya program-program ini terkesan lambat," tuturnya.

Sekadar informasi, patokan internasional minyak mentah berjangka Brent naik 4,34 persen menjadi 101,04 dolar AS per barel, melintasi level 100 dolar AS untuk pertama kalinya sejak tahun 2014.

Sepanjang pekan ini, harga gas acuan Eropa telah naik lebih dari 65 persen dari level 72,56 Euro per kwh.  Di Inggris, harga gas naik 23 persen, sedangkan harga gas di AS naik 6,5 persen menjadi 4,92 dolar AS per juta British thermal unit (mmBtu).

Kenaikan harga migas tersebut tentunya akan diikuti dengan menguatnya harga LPG. Harga acuan gas LPG, Contract Price Aramco (CPA), sejak memasuki tahun 2021, mengalami kenaikan tinggi. Realisasi dari bulan Januari-April tahun 2021 mencapai 570 dolar AS per metrik ton, kemudian meningkat menjadi sebesar 847 dolar AS per metrik ton pada November 2021.