Jaga Wilayah Udaranya Tetap Terbuka di Tengah Ketegangan dengan Rusia, Ukraina Kucurkan Dana Rp8,4T
JAKARTA - Ukraina menjanjikan dana kucuran dana untuk menjaga wilayah udaraya tetap terbuka bagi penerbangan komersial, setelah sejumlah maskapai meninjau layanan mereka ke negara itu, seiring dengan peringatan Amerika Serikat terkait kemungkinan serangan Rusia yang dapat terjadi kapan saja.
Maskapai penerbangan Belanda KLM, bagian dari Air France, mengatakan akan menghentikan layanan ke Ukraina. Sementara, Lufthansa Jerman (LHAG.DE) mengatakan sedang mempertimbangkan untuk menangguhkan penerbangan.
Kementerian Infrastruktur Ukraina mengatakan, maskapai penerbangan terus beroperasi 'tanpa batasan apa pun', dan Perdana Menteri Denys Shmygal mengatakan pemerintah telah mengalokasikan dana 16,6 miliar hryvnia atau sekitar Rp8.464.688.678.020, untuk menjamin kelanjutan penerbangan melalui wilayah udaranya.
Dia mengatakan, dana itu akan memastikan keselamatan penerbangan di Ukraina untuk perusahaan asuransi dan leasing.
"Keputusan ini akan menstabilkan situasi di pasar transportasi udara penumpang, akan menjamin kembalinya warga negara kita ke Ukraina yang saat ini berada di luar negeri," katanya, tanpa merinci bagaimana dana akan dialokasikan, mengutip Reuters 14 Februari.
Sementara itu, Mykhailo Podolyak, seorang penasihat Kepala Staf Presiden Ukraina, sebelumnya mengatakan dia tidak melihat ada gunanya menutup wilayah udara negara itu, sebagai tanggapan atas penambahan pasukan Moskow.
Penjadwalan konfigurasi ulang oleh masing-masing operator tidak ada hubungannya dengan keputusan atau kebijakan negara bagian kami, ujarnya kepada Reuters.
"Poin terpenting adalah, Ukraina sendiri tidak melihat ada gunanya menutup langit. Dan, menurut saya, itu agak mirip dengan semacam blokade parsial," terang Podolyak.
Sementara itu, Kantor Berita Interfax Ukraina mengatakan perusahaan asuransi Ukraina telah menerima pemberitahuan dari perusahaan reasuransi, maskapai penerbangan tidak menanggung risiko perang.
Maskapai Ukraina SkyUp mengatakan harus mengalihkan penerbangan dari Portugal ke Ukraina pada Sabtu, setelah pemilik pesawat melarangnya memasuki wilayah udara Ukraina.
CEO-nya Dmytro Seroukhov mengatakan maskapai itu "bekerja sama dengan otoritas negara bagian untuk menemukan solusi."
Terpisah, Amerika Serikat, sekutu Baratnya dan negara-negara lain telah mengurangi atau mengevakuasi staf kedutaan dan telah menyarankan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Ukraina di tengah kebuntuan.
Washington mengatakan militer Rusia, yang memiliki lebih dari 100.000 tentara yang berkumpul di dekat Ukraina, dapat menyerang kapan saja. Moskow membantah memiliki rencana semacam itu dan menggambarkan peringatan seperti itu sebagai "histeria".
Di Bandara Internasional Boryspil, aiport terbesar di Ukraina, ada sedikit tanda pada hari Sabtu tentang eksodus. Oksana Yurchenko sedang melakukan perjalanan kembali ke Australia dengan anaknya.
"Kami mengunjungi keluarga kami di sini di Ukraina. Kami berencana untuk tinggal sedikit lebih lama tetapi situasi ini agak menakutkan," ungkap koki dan pemilik salon kecantikan.
Baca juga:
- Amerika Serikat Setujui Potensi Penjualan 36 Jet Tempur F-15ID ke Indonesia Senilai 199 Triliun
- Sindir Tuntutan Inggris untuk Tarik Pasukannya, Menlu Lavrov: Tentara Rusia Selalu Pulang Usai Latihan, Tidak Seperti NATO
- Bakal Bangun 14 Reaktor Nuklir Baru, Presiden Macron: Kebangkitan Industri Nuklir Prancis
- Menlu Retno Telepon Menlu Rusia Lavrov, Indonesia Serukan Semua Pihak Menahan Diri Terkait Krisis Perbatasan Ukraina
Adapun Australia telah menyarankan warganya untuk meninggalkan Ukraina, mengatakan pada Hari Minggu bahwa mereka sedang mengevakuasi kedutaannya.
Sementara, Ricky, seorang Skotlandia yang tinggal di Ukraina, mengatakan dia tidak melihat tanda-tanda kecemasan publik di jalanan.
"Saya tidak melihat siapa pun dalam ketakutan di Ukraina, semua orang hanya melanjutkan hidup mereka," tukasnya di bandara sambil menunggu penerbangan untuk pergi berlibur.