Rektor UI Ari Kuncoro Sarankan Para Calon Bos OJK Pahami Masalah Ekonomi Makro dan Mikro
JAKARTA - Para calon komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memahami permasalahan makro dan mikro ekonomi. Pasalnya, permasalahan di level makro dampaknya akan sangat mempengaruhi mikro ekonomi.
"Mesti seimbanglah, paham permasalahan makro dan mikro ekonomi. Sebab, Indonesia ini merupakan suatu negara yang melakukan investasi besar untuk praktisinya. Akademisi dan praktisi ini menjadi sangat penting. Kalau akademisinya punya pengalaman lapangan, rasanya cocok," ujar Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof Ari Kuncoro dalam keterangannya dalam webinar Beranda Ruang Diskusi (BRD) bertajuk "Nakhoda Baru OJK di Tengah Digitalisasi Keuangan dan Pemulihan Ekonomi Pascapandemi", dikutip Antara, Minggu, 13 Februari.
Ari mengatakan tren makro dan mikro ekonomi Indonesia saat ini ditandai dengan adanya perkembangan teknologi seperti fintech, pinjaman online (pinjol) dan lainnya, yang sebenarnya sudah bisa diprediksi sebelumnya.
Bahkan, perubahan dan tantangan ekonomi semakin berkembang mengikuti digitalisasi ekonomi yang berkembang sangat pesat di masa pandemi.
"Pandemi yang terjadi saat ini justru mempercepat digitalisasi ekonomi yang sebelumnya masih kita anggap jauh. Sehingga, pengambilan kebijakan ke depan harus memahami betul apa yang terjadi saat ini dan perubahannya, termasuk memahami dengan tepat perilaku konsumen kita," ujar Prof Ari.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Presidium Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana dan Investasi Indonesia (APRDI) Prihatmo Hari Mulyanto mengatakan, komisioner OJK ke depan mesti mempunyai kompetensi yang tinggi dan mampu bersinergi dengan pelaku industri dan regulator lain untuk merealisasikan harapan dari asosiasi industri.
OJK juga harus berani bertindak tegas dengan mengedepankan kepentingan konsumen, termasuk mengeliminasi produk-produk investasi bodong.
"Selama ini kita terkadang melupakan masalah quality focus dari sisi pelaku, produk, dan regulator. Sebab, sebagus apapun regulasi tetapi tidak ada keinginan kuat dari pelaku untuk menjalankan aturannya, maka tetap saja akan menjadi masalah. Kualitas produk juga akan menjadi permasalahan tersendiri. Pinjol itu ibarat pisau bermata dua, bagus, tetapi kalau pengawasannya tidak efektif, akhirnya merugikan masyarakat," ujar Prihatmo.
Ketua Presidium APRDI ini juga mengatakan banyaknya praktek-praktek pelanggaran dengan modus yang makin pintar, sehingga perlu selalu ada pengawasan ketat dan langkah tegas dari OJK.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Perbanas Eka Sri Dana Afriza mengatakan, era sekarang ini setiap pemimpin harus memiliki visi ke depan yang kuat, memahami permasalahan, dan bisa beradaptasi setiap perkembangan teknologi.
"Ada fenomena digital, di depan kita ada potensi pasar yang sangat besar, kita semua dituntut untuk beradaptasi. Misalnya, BRI mengakselerasi bisnis modelnya dengan menyediakan satelit sendiri, dan bank-bank lainnya juga melakukan digitalisasi perbankan. Konsumen sudah menikmatinya dan ada banyak pilihan aplikasi. Ada sisi baiknya, ada sisi negatifnya. Sehingga pemimpin ke depan harus bisa memahami semua ini," ujarnya
Ia juga menyoroti secara khusus potensi kaum milienial yang dianggap paling cocok menjadi pemimpin saat ini.
"Anak-anak milenial paling dekat dengan kita. Kalau ditanya mau jadi apa, mau jadi youtuber, mau jadi influencer. Mereka pingin cepat dapat return-nya. Para young bankers juga bisa merubah banyak hal. Semuanya menyebabkan perbankan menjadi semudah di genggaman tangan kita," kata Direktur Eksekutif Perbanas ini.
Sri Dana menekankan, ke depan, dibutuhkan para pengambil kebijakan yang menangani policy and regulatory support dengan tepat untuk mengelola perkembangan ekonomi digital saat ini.