Paguyuban Tunggal Rahayu di Garut Ubah Garuda Pancasila dengan Kepala Menghadap Depan
GARUT - Paguyuban Tunggal Rahayu di Kabupaten Garut, Jawa Barat, bikin geger karena mengubah Garuda Pancasila sebagai logo organisasinya. Kepala Garuda Pancasila yang seharusnya menghadap ke kanan diubah menjadi ke depan.
"Saat ini kami masih dalami bagaimana gerakannya, yang pasti hasil di lapangan mereka mengubah lambang negara kita, yaitu burung garuda," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Garut, Wahyudijaya, Selasa, 8 September.
Paguyuban Tunggal Rahayu menurut dia berkegiatan di Kecamatan Caringin, Garut. Namun paguyuban ini pindah ke Kecamatan Cisewu.
Anggota paguyuban ini menurut Wahyudijaya tersebar di beberapa daerah bahkan melakukan kegiatan organisasi di luar Garut seperti di Kabupaten Cianjur, Majalengka, Bandung dan Tasikmalaya.
"Siapa saja anggotanya dan dari kalangan mana, masih kami dalami juga," kata Wahyudijaya.
Baca juga:
Saat ini Pemkab Garut bersama instansi lainnya yakni TNI dan Polri sudah menggelar rapat koordinasi untuk menyelesaikan kasus dugaan pelecehan terhadap lambang negara burung Garuda.
Lambang negara ditegaskan Wahyudijaya tidak boleh diubah. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri juga diatur organisasi masyarakat tidak boleh menggunakan lambang negara, bendera dan atribut lainnya untuk logo organisasi.
Organisasi itu ditegaskan Wahyudijaya belum terdaftar di Bakesbangpol Garut. Bahkan akta notaris paguyuban juga belum ada. Karena itu, pemkab setempat akan memprosesnya secara hukum yang berlaku.
“Hasil rapat tadi kita sepakat bahwa hukum menjadikan prioritas penanganan ini, ini sudah berpreoses secara bertahap, apakah ini ditemukan persoalan pidananya atau tidak,” sambung Wahyudijaya.
Ada Aturannya
Seperti diketahui, Simbol negara diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dalam beleid yang disahkan pada 9 Juli 2009 ini juga disebutkan simbol-simbol negara sesuai yang telah diatur dalam UUD 1945 meliputi:
Pasal 1 ayat 1 Bendera Negara NKRI adalah Sang Merah Putih.
Pasal 1 ayat 2 Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah NKRI.
Pasal 1 ayat 3 Lambang Negara NKRI adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 1 ayat 4 Lagu Kebangsaan NKRI adalah Indonesia Raya.
Konsekuensi hukum menyangkut kasus penodaan simbol atau lambang negara memang menuntut kehati-hatian. Pasalnya hal ini juga bersinggungan dengan hak setiap orang untuk berpendapat.
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana, seperti dikutip Hukum Online berpendapat, yang terpenting dalam penanganan kasus penghinaan terhadap lambang negara mesti membuktikan (niat jahat) dari si pelaku. Niat jahat ini diwujudkan dengan maksud atau kesengajaan dari pelaku saat melakukan tindakan yang diduga menghina lambang negara.
"Penyidik harus mampu membuktikan adanya kehendak jahat. Kehendak jahat ini ditunjukan saat seseorang melakukan tindakan penghinaan terhadap lambang negara,” kata Ganjar.
Dia mengingatkan penyidik Polisi dalam menangani perkara dugaan penghinaan terhadap lambang negara perlu mengedepankan prinsip utama hukum pidana ini yakni unsur niat jahat. Sebab, meski suatu perbuatan memenuhi unsur pidana, tetapi belum tentu perbuatan tersebut layak untuk dipidanakan.
“Dalam hukum pidana tidak semua perbuatan yang memenuhi unsur pidana harus diberikan sanksi. Pertimbangan utamanya, apakah perbuatan dilakukan dengan melawan hukum dan apakah orangnya dapat dipersalahkan?” kata dia.