Menguak Tabir Kerangkeng Manusia di Langkat, Besok Komnas HAM Periksa Bupati Nonaktif Terbit Rencana
JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik memastikan pihaknya akan memeriksa Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin pada Senin, 7 Februari.
Pemeriksaan ini berkaitan dengan temuan kerangkeng manusia yang berada di kediaman tersangka korupsi tersebut. Pemeriksaan akan dilakukan di rumah tahanan KPK.
"Kita akan minta keterangan. Mudah-mudahan nanti Senin ya kita akan memeriksa saudara TRP (Terbit) ini," kata Taufan dalam diskusi virtual, Minggu, 6 Februari.
Taufan mengungkapkan, salah satu materi pemeriksaan nanti adalah konfirmasi soal jumlah orang yang pernah ditempatkan Langkat di kerangkeng tersebut.
"Yang kita dapatkan kan ratusan tapi ketika ada satu video yang pak TRP diwawancara dia kan menyebut ribuan," ujar Taufan.
Sebelumnya, kata Taufan, Komnas HAM telah mendapatkan keterangan dari korban dugaan kekerasan yang menghuni kerangkeng manusia itu. Hasilnya, muncul pengakuan bahwa terdapat praktik eksploitasi manusia.
Bahkan, Komnas HAM menemukan fakta bahwa terdapat satu orang korban yang meninggal dunia saat menghuni kerangkeng manusia tersebut.
"Adanya praktek kekerasan, eksploitasi, mempekerjakan orang-orang tanpa sistem, itu juga terjadi. Itu yang kami melihat memang ini ada banyak masalah," ungkap dia
Baca juga:
- Komnas HAM Dalami Temuan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat dengan Memeriksa Terbit Rencana
- Bupati Langkat Bakal Diperiksa Komnas HAM Terkait Kerangkeng Manusia Minggu Depan
- Fakta Kerangkeng Manusia di Kabupaten Langkat: Kekerasan, Perbudakan, dan Kematian
- KPAI Bela Anies, Minta Jakarta Diizinkan Sekolah Daring 100 Persen
Diberitakan sebelumnya, keberadaan kerangkeng manusia yang diduga sebagai bentuk perbudakan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terungkap setelah KPK datang ke sana untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Alih-alih menemukan Terbit, tim KPK justru menemukan sejumlah orang yang terkurung di sebuah kerangkeng besi. Saat itu mereka mengaku sebagai pekerja sawit di lahan milik Terbit.
Selanjutnya, temuan ini dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM. Berbekal laporan masyarakat, mereka menyebut para penghuni kerangkeng manusia mendapatkan perilaku kejam seperti kekerasan, makan tidak teratur, tidak dibayar saat bekerja di kebun sawit milik Terbit dan akses komunikasi dengan orang luar dibatasi.