Sejarawan Indonesia Dilaporkan ke Polisi Belanda, Kemlu dan KBRI Den Haag Ikuti Perkembangannya dengan Cermat

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda terus mengikuti perkembangan pelaporan sejarawan Indonesia Bonnie Triyana oleh Federasi Hindia Belanda (FIN) ke kepolisian setempat, terkait istilah 'Bersiap' dalam pernyataannya di surat kabar setempat.

Tulisan dimaksud adalah karya Bonnie di surat kabar lokal NRC yang berjudul 'Schrap de term ‘Bersiap’ want die is racistisch' yang diterbitkan pada 10 Januari lalu.

"Betul. Kan sudah banyak diberitakan," singkat Bonnie kepada VOI saat dikonfirmasi, Rabu 2 Januari.

Terkait dengan situasi yang terjadi, Kementerian Luar Negeri Indonesia serta Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda mengikuti dan mencermati dengan cermat.

Kementerian Luar Negeri memastikan KBRI di Den Haag mengikuti perkembangan masalah ini, kendati belum ada kejelasan pakah akan berlanjut proses hukumnya atau tidak.

"KBRI Den Haag terus mengikuti ikhwal ini, termasuk perkembangan diskursus di Belanda atas isu yang diperdebatkan. Komunikasi dengan KBRI terus berlangsung," jelas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah kepada VOI.

"Masih belum ada kejelasan apakah silang pendapat ini akan berlanjut ke proses hukum. Kita ikuti saja dahulu," sambungnya.

Sementara itu, pihak KBRI Den Haag mengatakan, hingga saat ini belum ada notifikasi resmi dari aparat setempat terkait masalah ini.

"Sejauh ini, KBRI belum terima notifikasi resmi dari pihak Kepolisian Belanda tentang kasus Pak Bonnie. Media setempat jg sudah tidak mengangkat berita tentang kasus ini lagi," tulis Febrizki dari KBRI Den Haag melalui pesan singkat saat dikonfirmasi VOI.

Ia pun enggan berkomentar lebih jauh, namun memastikan, KBRI siap melakukan pendampingan jika kasus ini berlanjut.

"Kami tidak bisa komentar lebih lanjut karena memang belum ada informasi resmi dari pihak berwenang di Belanda. Apabila kasusnya berlanjut, tentu KBRI akan melakukan pendampingan," tandasnya.

Sebelumnya, mengutip Detik.com, polemik ini bermula dari sikap Bonnie yang menghapus istilah 'Bersiap' yang muncul dalam pameran Revolusi Indonesia Merdeka di Rijksmuseum, di mana Bonnie merupakan kurator tamu museum yang terletak di Amsterdam tersebut.

Dalam tulisan opini editorial di surat kabar lokal NRC yang berjudul 'Schrap de term ‘Bersiap’ want die is racistisch' dan diterbitkan pada 10 Januari lalu. Bonnie menghapus kata 'Bersiap' karena dinilai rasis.

Dalam pandangannya, 'Periode Bersiap' dalam istilah umum mengacu pada masa kekerasan di Indonesia saat masa revolusi fisik periode 1945-1947, menampilkan narasi tentang wajah orang Indonesia yang primiti, biadab dan tersulut kebencian rasial, melansir CNN Indonesia.

Tulisan itu menimbulkan kecaman dari sejumlah pihak, termasuk FIN yang menilainya sebagai pemalsuan sejarah, dan media Belanda menyebut FIN melaporkan Bonnie secara resmi pada 13 Januari lalu.